Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Iman Kepada Hal – Hal Ghaib”. Makalah ini di susun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tauhid.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
makalah ini mendapat bimbingan dari Dosen mata kuliah Tauhid, serta rekan satu
kelompok yang telah berkerja sama.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bekasi, April 2014
Penyusun
Keimanan dan pengucapan dua kalimat syahadat
mengharuskan adanya keimanan pada hal ghaib yang diinformasikan Allah melalui
Rosul-Nya. Maka dari sinilah muncul istilah rukun iman, yang semuanya bersifat
ghaib, atau mempunyai unsur ghaib. Iman kepada tujuh langit, yang didalamnya
terdapat malaikat, baitul ma’mur, di tingkat ketujuh ada syurga, atapnya adalah
‘Arsy, ruh- ruh kaum mukminin naik padanya, semuanya adalah bagian dari
keimanan kepada Al-Qur’an. Iman dengan adanya alam barzah setelah kematian
adalah cabang dari keimanan kepada hari akhir, begitu seterusnya, tidak ada
satupun perkara yang ghaib yang tidak merujuk kepada enam rukun.
Ghaib adalah
kata masdar yang digunakan untuk setiap sesuatu yang tidak dapat diindra, baik
diketahui maupun tidak. Iman kepada yang ghaib berarti percaya kepada segala
sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra dan tidak bisa dicapai oleh
akal biasa, akan tetapi ia diketahui oleh wahyu yang diterima oleh para nabi
dan rasul.
Iman kepada
yang ghaib adalah salah satu sifat dari orang-orang mukmin.
Al-Quran sendiri telah menyebutkan kata “ghaib” kurang lebih sebanyak 56 kali.
Dan di permulaan surat al-Baqarah, Allah meyebutkan salah satu dari karakter
orang-orang yang beftaqwa adalah, orang-orang yang beriman kepada yang ghaib. Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman:
“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak
ada keraguan pada-nya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang
Kami anugerahkan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 1-3).
Iman yang benar terhadap adanya
pahala menjadikan seseorang bergegas melakukan ihsan dan kebajikan demi
mendapatkan pahala yang kekal, suatu perkara yang menjadikan bersihnya jiwa dan
merebaknya kasih sayang di antara individu dan jama’ah. Sebagaimana Allah
menceritakan tentang orang-orang yang telah mempraktekkan hal itu dalam
firmanNya: “Dan orang-orang yang
telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan)
mereka (Muhajirin), me-reka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan
mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ’Ya Tuhan kami,
ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari
kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun
lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 9-10).
Bentuk percaya kepada alam ghaib bukan berarti boleh
meminta-minta kepada makhluq halus, jin, syetan, iblis dan sebagainya. Ini
pengertian percaya yang keliru. Percaya disini meyakini keberadaan dan
eksistensi alam dan makhluq ghaib, termasuk surga, neraka, malaikat, alam
kubur, alam barzakh, padang mahsyar dan seterusnya. Inti dari kepercayaan
kepada semua itu tidak lain bahwa kita harus mempersiapkan diri untuk mati dan
masuk ke alam ghaib itu serta mempertanggung-jawabkan semua amal kita di
dunia.
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana Iman Kepada Allah?
b.
Bagaimana Iman Kepada Malaikat
c.
Bagaimana Iman Kepada Hari Kiamat
d.
Bagaimana Iman Kepada Padang Mahsyar
e.
Bagaimana Iman Kepada Qada dan Qadar
f.
Bagaimana Iman Kepada Makhluk Allah Swt.
g.
Bagaimana Iman Kepada Eksistensi Alam
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui Iman Kepada Allah.
b.
Untuk mengetahui Iman Kepada Malaikat.
c.
Untuk mengetahui Iman Kepada Hari
Kiamat.
d.
Untuk mengetahui Iman Kepada Padang
Mahsyar.
e.
Untuk mengetahui Iman Kepada Qada dan
Qadar.
f.
Untuk mengetahui Kepada Makhluk Allah
Swt.
g.
Untuk mengetahui Kepada Eksistensi Alam.
“Ghaib” adalah apa yang
tersembunyi dari manusia tentang perkara-perkara yang akan datang atau yang
telah lalu dan apa yang tidak mereka lihat.
Ilmu ghaib ini khusus milik Allah semata Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah:"tidak
ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”.
(An-Naml:65)
Maka tak seorangpun mengetahui yang ghaib kecuali Allah SWT semata,
namun terkadang Allah memperlihatkan apa yang dikehendakinya dari yang ghaib
kepada rasul-rasulnya untuk suatu hikmah dan kemaslahatan. Allah SWT berfirman
: “(dia adalah Tuhan) yang mengetahui
yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib
itu. kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (Al-jin 26-27)
Artinya Allah tidak memperlihatkan sesuatupun dari masalah ghaib
kecuali kepada orang yang dipilihnya untuk mengemban risalahnya. Allah
memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendakinya dari masalah ghaib. Karena
bukti kenabiannya adalah mukjizat dan diantara mukjizat itu adalah mengabarkan
tentang masalah ghaib yang diperlihatkan Allah kepadanya. Dan hal ini berlaku
umum bagi rasul (utusan Allah), baik dari jenis malaikat maupun dari jenis
manusia. Dan selain mereka tidak diperlihatkan masalah ghaib berdasarkan dalil
yang membatasinya. Barang siapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dengan cara
apapun, padahal dia bukan orang yang dipilih Allah sebagai rasul maka ia adalah
pendusta dan kafir.
Alam yang dapat disaksikan oleh Al-Qur’an dinamakan alam syahadah
(alam nyata), sedangkan alam yang tidak tampak oleh indra kita (alam metafisik)
dinamakan alam ghaib. Tentang alam nyata, semua manusia mempercayai dan
membenarkan keberadaannya. Bahkan hewan yang bisu saja dengan perasaannya dapat
mengetahui keberdaannya. Jadi,dalam mempercyai masalah ini tidak ada orang yang
lebih unggul daripada yang lain. Sebab ini termasuk dalam kategori ilmu
dhaaruri. Keunggulan hanya ada dalam kepercayaan kepada yang gaib. Keunggulan
ini ada pada orang beriman kepada apa yang tidak dapat ia lihat, namun ia
membenarkan keberadaannya karena bersandar kepada kebenaran berita mengenai hal
itu.
Bagaimana kita percaya kepada yang gaib, sedangkan Allah tidak
memberikan kepada kita indra untuk mengetahuinya? Jika kita hanya bersandar
pada indara dan akal untuk menentukan segalanya, maka kita akan tetap pada
kejahilan mengenai apa yang ada dibalik materi, oleh karena itu, diantara
hikmah Allah dan rahmatnya yang diberikan kepada kita, Allah tidak membiarkan
akal dalam kelemahanya untuk mengetahui, tetapi Allah memberitahukan hal-hal
yang dibutuhkannya.
Pemberitahuan itu tidak berasal dari jiwa, tetapi datang dari
luarnya bukan dari intuisi jiwa, inspirasi spiritual, kilasan pikiran, juga
bukan kesimpulan akal. Kia tidak muncul dari kemampuan manusiawi, tetapi datang
dari luar melalui salah satu dari tiga jalan:
Pertama, diberikannya berita-berita ini oleh Allah kepda manusia melalui
ilham, mimpi atau jalan lainnya yang tidak bisa direkayasa oleh manusia dan
tidak dapat dihasilkan dengan cara ijtihad, lalu ia merasakan dan
mengungkapkannya. Kedua, memperdengarkannya tanpa bisa diketahui siapa
yang sebenarnya telah mengatakannya, sehingga hal itu sampai ketelinganya yang
akhirnya ioa dapat mengetahui. Ketiga, (yang paling sering), Allah
mengutus salah seorang dari makhluknya yang pilihan dan taat serta gaib dari
mata kita, yaitu makhluk yang dinamakan malaikat, kepada salh seorang manusioa
yang dipilih oleh Allah yakni Rasul untuk menerima risalhnya dan
memerintahkannya agar menyampaikan risalah itu kepada manusia.
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana”.(Asy-Syura : 51)
Maslah gaib yang merupakan rukun iman dimana orang yang
mengingkarinya dianggap kufur dan keluar dari agama islam adalah
masalah-masalah gaibn yang dikemukkan oleh Al-Qur’an. Adapun maslah gaib yang
disebutkann dalam sunnah hadis yang sahih, maka orang yang mengingkarinya tidak
bisa dikafirkan dan tidak sampai keluar dari agama, tetapi dianggap fasiq.
Perbedaan antara kitab dan sunah disini perlu sedikit dijelaskan.
Wahyu yang diterima oleh Nabi yang kemudian beliau sampaikan kepada umatnya dan
hadis yang beliau tuturkan , keduanya pada dasarnya memiliki kekuatan yang sama
untuk dijadikan hujjah.
Hal-hal yang gaib diberitakan oleh syara dan wajib diimani dan yang
mengingkarinya dinyatakan kufur adalah malaikat dan jin, kitab-kitab dan para
rasul, hari akhir dan segala kejadian didalamnya yang berupa hisab dan setelah
itu pahala dan sikasa, qadar, berita-berita didalam Al-Qur’an mengenai
penciptaan langit dan bumi, penciptaan manusia, dan segala hal yang diberitakan
oleh Al-Qur’an.
Alam gaib itu bermacam-macam, diantaranya: Pertama, kegaiban
yang tidak kita ketahui, namun diketahui oleh manusia yang lain selain kita.
Misalnya, kisah Yusuf yang dinamakan oleh Allah sesuatu yang gaib. Sebab Nabi
Muhammad SAW dan kaumnya tidak mengetahui kisah tersebut dengan indra
mereka tidak melihat serta tidak pula
mendengarnya. Kedua, kegaiban yang tidak diketahui oleh manusia,
meskipun ada kemungkinan secara akal mereka dapat mengetahuinya sekiranya Allah
mengemukakan waktu penciptaan mereka. Seperti misalnya, peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi dibumi sebelum mereka dan berita-berita mengenai
makhluk-makhluk yang pernah menghuninya, meski secara riil mereka tidak
mengetahuinya. Ketiga, kegaiban yang tidak mungkin dapat diketahui
dengan indra, tidak dapat ditentukan oleh akal, dan tidak dapat dimengerti
hakikatnya dengan imajinasi. Contohnya sifat-sifat Allah dan segala makhluknya
yang digaibkan dari kita seperti para malaikat, jin, setan, keadaan hari
kiamat, serta kejadian-kejadian sesudah
hari kiamat yang berupa hisab, pahala, dan siksa.
Iman adalah membenarkan dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan anggota badan (beramal). Dengan
demikian iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT
itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan dalam kalimat :
أشهد أن لاإله إلا الله
“Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan
ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah
dan menjauhi laranganNya. Beriman kepada Allah
adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar
umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah
beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang
diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa
ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya,
dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”
(Q.S. An Nisa : 136)
Itulah
keimanan yang sesungguhnya. Jika sudah demikian Insya Allah hidup kita akan tentram.
Apabila hati dan jiwa sudah tentram, maka seseorang akan berani dan tabah dalam
menghadapi liku-liku kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan selalu
disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah dan kesusahan selalu diterimanya dengan
sabar.
Dasar Beriman Kepada Allah: (a) Kecenderungan dan pengakuan hati,
(b) Wahyu Allah atau Al-Qur’an, dan (c) Petunjuk Rasulullah atau Hadits. Setiap
manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada kekuatan
ghaib yang bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara
fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan dasar iman. Namun dengan
pengakuan hati tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman
anggota tubuh. Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman
anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai
keimanan yang benar tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati nurani saja,
tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Malaikat
adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta
ketentuan Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang artinya
kekuatan. Iman kepada Malaikat
adalah yakin dan membenarkan bahwa Malaikat itu ada, diciptakan oleh Allah SWT
dari cahaya / nur.
Sifat-Sifat Dasar
Malaikat Allah SWT :
a.
Pasti selalu patuh pada segala perintah
Allah dan selalu tidak melaksanakan apa yang dilarang Allah SWT.
b.
Tidak sombong, tidak memiliki nafsu dan
selalu bertasbih.
c.
Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi
yang dia kehendaki.
d.
Memohon ampunan bagi orang-orang yang
beriman.
e.
Ikut bahagia ketika seseorang
mendapatkan Lailatul Qadar.
Fungsi iman kepada Malaikat
Allah :
a.
Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta
anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
b.
Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat
Ridwan dengan bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba
mendapatkan Lailatul Qodar.
c.
Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita
untuk mengikuti / meniru sifat dan perbuatan malaikat.
d.
Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan
setiap perbuatan karena tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Iman kepada hari Akhir merupakan salah satu rukun
dari rukun iman, dan salah satu ‘aqidah dari ‘aqidah Islam yang pokok, karena
masalah kebang-kitan di negeri akhirat merupakan landasan berdirinya ‘aqidah
setelah masalah keesaan Allah Ta’ala. Hari akhir atau hari kiamat adalah hari
binasanya atau hancurnya seluruh alam semesta. Hari kiamat didahului dengan
tanda-tanda seperti keluarnya Dajjal, Ya’juj Ma’jud, turunnya Nabi Isa AS,
keluarnya hewan-hewan besar, muculnya matahari dari barat dan lain sebagainya.
Iman kepada segala hal yang terjadi pada hari Akhir
dan tanda-tandanya merupakan keimanan terhadap hal ghaib yang tidak bisa
dijangkau oleh akal, dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya kecuali dengan
nash melalui wahyu. Karena pentingnya hari yang agung ini, kita dapati (di
dalam al-Qur-an) bahwa Allah Ta’ala seringkali menghubungkan iman kepada-Nya
dengan iman kepada hari Akhir.
Sesudah hari kiamat manusia dibangkitkan dari
kematian dan mulai menjalani kehidupan baru di alam akhirat dengan fase sebagai
berikut :
1.
Yaumul Ba’ats ( Hari Kebangkitan )
2.
Yaumul Mahsyar ( Hari Berkumpul di
Padang Mahsyar )
3.
Yaumul Mizan ( Hari Pertimbangan Amal )
4.
Yaumul Jaza’ ( Hari Pembalasan )
Sesungguhnya beriman kepada Allah dan hari Akhir,
dan beriman kepada apa yang ada di dalamnya berupa pahala dan siksaan adalah
sesuatu yang benar-benar mengarahkan prilaku manusia kepada jalan yang benar.
Tidak ada satu undang-undang pun yang dibuat manusia, mampu menjadikan prilaku
manusia lurus dan istiqamah sebagaimana yang dihasilkan oleh iman kepada hari
Akhir. Oleh karenanya, ada perbedaan yang sangat nampak antara prilaku orang
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, dia mengetahui bahwasanya dunia
adalah ladang bagi kehidupan akhirat, juga mengetahui bahwasanya amal shalih
adalah bekal hari akhir.
Fungsi iman kepada hari akhir antara lain :
1.
Bertindak / beramal dengan penuh
tanggung jawab.
2.
Pandangan hidup optimis.
3.
Kehidupan yang shaleh di masyarakat.
4.
Menambah rasa iman dan taqwa pada Allah.
Beriman kepada hari akhir artinya meyakini bahwa hari
akhir itu haq dan tidak ada keraguan tentangnya. Adanya hari akhir dan
mengimaninya merupakan motivasi bagi seorang mukmin untuk semakin bersemangat
dalam berlomba-lomba berbuat kebaikan dan memperbaiki kesalahan yang telah
diperbuat.
Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan
hari Akhir serta apa yang ada di dalamnya, baik perhitungan maupun pembalasan,
maka dia akan selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan segala keinginannya
dalam kehidupan dunia, terengah-engah di belakang perhiasannya, rakus dalam
mengumpulkannya, dan sangat pelit jika orang lain ingin mendapatkan kebaikan
melaluinya. Dia telah menjadikan dunia sebagai tujuannya yang paling besar, dan
puncak dari ilmunya (pengetahuannya). Dia mengukur setiap perkara dengan
kemaslahatannya semata, tidak mempedulikan orang lain dan tidak pernah melirik
sesamanya kecuali dalam batasan-batasan yang dapat mewujudkan manfaat bagi
dirinya pada kehidupan yang pendek dan terbatas ini. Dia bergerak dengan
menjadikan bumi dan umur sebagai batasannya saja. Oleh karena itu, sistem
perhitungan dan pertimbangannya pun berubah-ubah dan akan berakhir dengan hasil
yang salah.
Iman kepada padang
mahsyar adalah meyakini bahwa semua makhluk setelah dibangkitkan dari kubur dan
dikumpulkan akan digiring ke Mahsyar, yaitu suatu tempat berkumpul, berupa
padang putih yang luas, rata dan lurus, tidak ada kelokan dan gundukan. Tak ada
bukit yang dapat digunakan manusia untuk bersembunyi atau jurang untuk
berlindung dari pandangan mata. Mahsyar adalah satu tanjakan yang membentang,
tanpa naik turun. Mereka akan digiring kesana secara berbondong-bondong.
Tingkatan manusia dalam iring – iringan menuju mahsyar ini berbeda-beda sesuai dengan amal perbuatan mereka di
dunia. Ada yang menaiki kendaraan, yaitu orang-orang yang bertakwa. Ada yang
jalan dengan kakinya yaitu orang-orang islam yang kurang beramal (sedikit amal
baiknya). Ada yang berjalan dengan wajahnya (kepalanya) atau jungkir yaitu
orang-orang kafir. Dari tempat berkumpul itu kemudian mereka diarahkan ke surga
atau neraka. Setelah itu
mereka akan melewati jembatan (Shirat).
Dalam hal ini ummat Muhammad terbagi menjadi tujuh macam golongan, yaitu:
1.
Shiddiquun, yaitu orang-orang yang suka pada kebenaran atau sangat membenarkan ajaran
Nabi, mereka berjalan melewati shirat dengan kecepatan tinggi bagaikan petir
yang menyambar.
2.
‘Alimun, yaitu orang-orang yang alim. Mereka berjalan melewati shirat bagaikan
angin yang bertiup kencang.
3.
Budala’, Yaitu para wali Abdal (mulya), mereka berjalan melewati shirat bagaikan
burung yang terbang dalam waktu singkat.
4.
Syuhada, yaitu orang-orang yang mati syahid. Mereka berjalan melewati shirat
bagaikan kuda balap dalam waktu setengah hari.
5.
Hujjaj, yaitu orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji dengan baik. Mereka
berjalan melewati shirat dalam waktu sehari penuh.
6.
Muthi’uun, yaitu orang-orang yang taat beribadah kepada Allah. Mereka berjalan
melintasi shirat dalam waktu sebulan.
7.
‘Ashun, yaitu orang-orang yang durhaka(berbuat maksiat), tetapi masih memiliki
iman. Mereka meletakkan kaki pada shirat, sementara dosa-dosanya ada di
punggung mereka. Ketika mereka berjalan melintasinya, api neraka jahanam akan
menjilat mereka. Tetapi saat itu api neraka jahanam akan melihat sinar iman di
dalam hati mereka, maka berkatalah ia :”Selamatlah kau wahai orang yang
beriman. Sesungguhnya sinarmu memadamkan baraku.” Keterangan ini
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Al Hamdani.
Di padang
mahsyar semua makhluk merasa malu ketika dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Perkasa.
Masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri, bertebaran bagaikan laron.
Teman-teman dekat bertemu, saling melihat dan saling mengenal, tetapi mereka
tidak saling menyapa. Mereka dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat dan
berjalan kaki. Rasulullah
Saw bersabda: “manusia
dibangkitkan dalam keadaan telanjang kai, telanjang bulat dan belum dikhitan.
Mereka akan dikendalikan oleh keringat yang mencapai daun telinga.”
Menurut istilah Islam, yang
dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan
iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut
bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun
menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua
makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai
dengan iradah-Nya.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan
ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
Takdir
mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang
siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai
cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan
menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah
berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia”. (Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
Takdir
mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada
orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam
sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
Jin
adalah nama jenis, bentuk tunggalnya adalah Jiniy (dalam bahasa arab dahulu kala, dan Genie dalam bahasa Inggris) artinya “yang
tersembunyi” atau “yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Hal itulah yang
memungkinkan kita mengaitkannya dengan sifat yang umum “alam tersembunyi”,
sekalipun akidah Islam memaksudkannya dengan makhluk-makhluk berakal,
berkehendak, sadar dan punya kewajiban, berjasad halus dan hidup bersama-sama
kita di bumi ini. Dalam sebuah hadits dari Abu Tha’labah yang bermaksud : “Jin itu ada tiga jenis yaitu:
Jenis yang mempunyai sayap dan terbang di udara, Jenis ular dan jengking dan
Jenis yang menetap dan berpindah-pindah.”
Allah
S.W.T. menciptakan jin sebelum menciptakan manusia, dengan selisih waktu yang
lama bila dikiaskan pada manusia mahupun jin sendiri. Allah S.W.T. berfirman
(maksudnya) : “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin, sebelum itu dari api yang
sangat panas”. (QS. Al-Hijr: 26-27)
Secara
etimologi Al-Jin berasal dari kata jamak artinya bersembunyi.Al-Jin kerena
tersembunyi dari pandangan manusia. Jin adalah suatu macam
makhluk yang termasuk dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah
taklif (menjalankan syari’at agama). Allah SWT menjelaskan tentang asal bahan
yang dari padanya jin itu diciptakan oleh-Nya bagaimana firmannya:
“,,Sungguh
kami (Allah) telah menciptakan manusia itu dari tanah kering (yang berasal)
dari lumpur hitam,yang diberi bentuk. Dan kami ciptakan jin sebelum itu dari
api yang sangat panas”. (QS.Hijir 26-27)
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa jin diciptakan
dari api yang tiada berasap yang murni sama sekali.dan penciptaan jin lebih
dulu dari pada penciptaan manusia.
Jin juga diperintahkan untuk mengerjakan syariah
agama sebagiamana manusia, sedang yang mereka ikuti adalah rasul dari
manusiadalam hal ini Allah SWT berfirman:
“,,Hai para
jin dan manusia! Bukankah sudah datang pada mu rasul-rasul yang dari golonganmu
sendiri, menerangkan ayat-ayat (keterangan-keterangan)Ku dan member peringatan
padamu semua tentang pertemuannya dengan hari ini? Mereka mengatakan:”Kami
menjadi saksi-saksi akan kesalahan kami sendiri” merka itu telah tertipu oleh
kehidupan dunia dan mereka itu menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa
mereka itu lah orang-orang kafir.”(QS.An’am 130)
Jin itu banyak sekali penggolongannya. Diantara
mereka ada yang istiqomah (berpendirian teguh), baik perangainya serta bagus
kelakuaanya. Tetapi ada pula diantara mereka yang bodoh, lemah
akal fikirannya, serta lalai. Diantara mereka ada pula yang kafir
dan inilah bagian yang terbanyak sekali dikalangan bangsa jin itu.
“,,Diantara
kita ada golongan yang baik dan diantara kita ada golongan yang demikian(yakni
tidak baik) kita semua menempuh jalan yang berlain-lainan”. (QS.Jin 11)
“,,Diantara
kita ada yang patuh (memeluk agama islam) dan diantara kita ada pula yang
menganiaya(kafir). Barangsiapa yang patuh (masuk islam) itulah yang menempuh
jalan yang benar. Adapun yang menganiaya,maka mereka itulah yang menjadi kayu
bakar neraka jahanam”. (QS.Jin 14-15)
Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal
dari ablasa artinya putus asa. Dinamai iblis
karena dia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT. Iblis
mempunyai kerajaan yang sangat besar. Ada menteri-menteri, pemerintahan dan
pejabat-pejabat. Iblis juga mempunyai wakil-wakil, lima di antaranya wajib
diwaspadai :
* Yang pertama, menurut kalangan
Jin, bernama Tsabar. Dia selalu mendatangi orang yang sedang kesusahan atau
ditimpa musibah, baik kematian isteri, anak ataupun kaum kerabat. Kemudian dia
melancarkan bisikannya dan menyatakan permusuhannya kepada Allah. Diucapkannya,
melalui mulut orang yang ditimpa musibah itu, keluh-kesah and caci-maki
terhadap ketentuan Allah atas dirinya.
* Yang kedua, namanya ialah Dasim.
Syaitan inilah yang selalu berusaha dengan sekuat tenaganya untuk
mencerai-beraikan ikatan perkahwinan, membuat rasa benci antara satu sama lain
di kalangan suami-isteri, sehingga menjadi penceraian. Dia adalah anak
kesayangan Iblis di wilayah kerajaannya yang sangat besar.
* Yang ketiga, namanya ialah
Al-A’war. Dia dan seluruh penghuni kerajaannya, adalah pakar-pakar dalam urusan
mempermudah terjadinya perzinaan. Anak-anaknya menghiaskan indah bahagian bawah
tubuh kaum wanita ketika mereka keluar rumah, khususnya kaum wanita masa kini,
betul-betul menggembirakan Iblis di kerajaan yang besar. Segala persoalan yang
menyangkut keruntuhan moral dan perzinahan berurusan dengan pejabat besar
mereka.
* Yang keempat, namanya ialah
Maswath, pakar dalam menciptakan kebohongan-kebohongan besar mahupun kecil.
Bahkan kejahatan yang dia dan anak-anaknya lakukan sampai pada tingkat dia
memperlihatkan diri dalam bentuk seseorang yang duduk dalam suatu pertemuan
yang disenggarakan oleh manusia, lalu menyebarkan kebohongan yang pada
gilirannya disebarkan pula oleh manusia.
* Yang kelima, namanya ialah
Zalnabur. Syaitan yang satu ini berkeliaran di pasar-pasar di seluruh penjuru
dunia. Merekalah yang menyebabkan pertengkaran, caci-maki, perselisihan dan
bunuh-membunuh sesama manusia.
Untuk menghindarinya hendaklah
mengucapkan :Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syaitan, (**Sebutkan
namanya: Tsarbar/Dasim/Al-A’war/Maswath/Zalnabur) yang terkutuk, serta
pengikut-pengikut dan anak-anaknya.
Menurut buku Asy-Syibli meriwayatkan
sebuah riwayat dari Zaid bin Mujahid yang mengatakan bahawa, “Iblis mempunyai
lima anak, yang masing-masing diserahkan urusan-urusan tertentu. Kemudian dia
memberi nama masing-masing anaknya : Tsabar, Dasim, Al-A’war, Maswath dan
Zalnabur.”
Kata Syaitan berasal dari kata syatana artinya menjauh. Dinamai
Syaitan karena jauhnya dari kebenaran. Dalam menjalankan
misinya untuk mengganggu anak cucu Adam, Iblis dibantu oleh Syaithan. Yang
dimaksud Syaithan secara istilah adalah setiap yang mengikuti perbutan Iblis
baik dari golongan Jin ataupun manusia sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam
surah Al-An’am, ayat 112 yang artinya: “Demikianlah
kami ciptakan bagi tiap-tiap nabi musuh-musuhnya, yaitu Syaithan-syaithan yang
terdiri dari bangsa manusia dan jin, sebagian menyampaikan perkataan palsu
kepada yang lainnya untuk mengadakan penipuan”.
Sebagaimana yang telah kita bahas di atas bahwasanya
Iblis telah diberikan kehidupan panjang sampai hari kiamat untuk menggoda
keturunan Nabi A’dam. Dalam segi kedudukan, Iblis adalah pemimpinnya para
Syaithan. Sebagaimana diriwayatkan dari Jarir R.A dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Iblis itu meletakkan
singasananya di atas air, kemudian ia mengirimkan pasukannya. Yang paling dekat
dengan Iblis (diantara anak buahnya), maka ia adalah yng terhebat dalam membuat
fitnah (kejahatan)”. Iblis dan Syaithan menggoda manusia dengan cara
melupakan mereka dari mengingat Allah (Dzikrullah). Oleh karena itu Allah SWT
beberapakali berfirman dalam Al-Quran, menyuruh manusia untuk menjadikan Iblis
dan syaithan itu sebagai musuh, agar manusia membenci mereka dan tidak tergoda
dari tipu muslihat mereka. Wallahu A’lam.
Dalam kehidupan manusia, Iblis dan Syaithan adalah
pengganggu yang menyesatkan manusia, dan mengajak manusia untuk menjadi
penghuni neraka. Sehingga dengan demikian, iman manusia pun betul-betul diuji.
Manusia juga harus memimikirkan akibat dari sebuah kesalahan yang dikerjakan
Iblis sehingga ia dikeluarkan dari surga dan mendapat la’nat Allah, agar
manusia tidak melakukan hal yang sama dalam kehidupannya.
9
ANAK-ANAK SYAITAN YANG LAINNYA:
a.
ZALITUUN : Duduk di pasar/kedai supaya
manusia hilang sifat jimat cermat. Menggoda supaya manusia berbelanja lebih dan
membeli barang-barang yang tidak perlu.
b.
WATHIIN : Pergi kepada orang yang
mendapat musibah supaya bersangka buruk terhadap Allah.
c.
A’AWAN : Menghasut
sultan/raja/pemerintah supaya tidak mendekati rakyat. Seronok dengan kedudukan/kekayaan
hingga terabai kebajikan rakyat dan tidak mahu mendengar nasihat para ulama.
d.
HAFFAF : Berkawan baik dengan kaki
botol. Suka menghampiri orang berada di tempat-tempat maksiat ( i.e. disko,
kelab malam & tempat yang ada minuman keras )
e.
MURRAH : Merosakkan dan melalaikan ahli
dan orang yang sukakan muzik sehingga lupa kepada Allah. Mereka ini tenggelam
dalam keseronokan dan glamour etc.
f.
MASUUD : Duduk dibibir mulut manusia
supaya melahirkan fitnah, gosip, umpatan dan segala apa sahaja penyakit yang
mula dari kata-kata mulut.
g.
DAASIM ( Berilah Salam sebelum masuk ke
rumah ) : Duduk di pintu rumah kita. Jika tidak memberi salam ketika masuk ke
rumah, Daasim akan bertindak agar berlaku keruntuhan rumahtangga. (suami-isteri
bercerai-berai, suami bertindak ganas, memukul isteri, isteri hilang
pertimbangan menuntut cerai, anak-anak didera dan perbagai bentuk kemusnahan
rumahtangga).
h.
WALAHAAN : Menimbulkan rasa was-was
dalam diri manusia khususnya ketika berwudhuk dan solat dan menjejaskan
ibadat-ibadat kita yang lain.
i.
LAKHUUS : Merupakan sahabat orang Majusi
yang menyembah api dan matahari.
Segala sesuatu tidaklah luput dari ketentuan ALLAH
Tabaraka wa Ta’ala yang telah mengkabarkan kepada kita para ummat-Nya,
bahwasanya tiap-tiap sesuatu
bermula adalah
mesti ada awal dan adapula akhirnya, jika ada hidup maka tentu ada mati, jika
ada awal dijadikannya semesta alam maka tentu ada pula masa semesta alam ini
diakhiri oleh ALLAH Tabaraka wa Ta’ala.
Perjalanan hidup manusia dimulai dari alam ruh
(tahapan titik nol) ketika Allah mengumpulkan semua ruh manusia yang akan diturunkan
kebumi. Kejadian ini dikisahkan dalam QS.Al-A’raf ayat 173:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
Berkaitan dengan ayat ini,
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Ketika Allah menciptakan Adam, DIA mengusap punggungnya, maka dari
punggung itu setiap ruh yang menyerupai biji atom berjatuhan, yang DIA (Allah)
adalah penciptanya sejak itu sampai hari kiamat kelak”. (HR. Imam Tirmidzi)
Dari ubay bin Ka’ab ia
mengatakan, “Mereka (ruh tersebut) dikumpulkan, lalu dijadikan
berpasang-pasangan, baru kemudian mereka dibentuk. Setelah itu mereka pun
diajak berbicara, lalu diambil dari mereka janji dan kesaksian, “Bukankah Aku
Tuhanmu?”, mereka menjawab “Benar”. Sesungguhnya AKU akan mempersaksikan langit
tujuh tingkat dan bumi tujuh tingkat untuk menjadi saksi terhadap kalian, serta
menjadikan nenek moyang kalian Adam sebagai saksi, agar kalian tidak mengatakan
pada hari kiamat kelak, “Kami tidak pernah berjanji mengenai hal itu”.
Ketahuilah bahwasanya tiada
Tuhan selain Aku semata, tidak ada Rabb selain diriKu, dan janganlah
sekali-kali kalian mempersekutukanKu. Sesungguhnya Aku akan mengutus kepada
kalian para RasulKu yang akan mengingatkan kalian perjanjianKU itu. Selain itu
Aku juga akan menurunkan kitab-kitabKu”. Maka merekapun berkata, “Kami bersaksi
bahwa Engkau adalah Tuhan kami, tidak ada Tuhan bagi kami selain hanya Engkau
semata”.
Dengan demikian mereka telah
mengakui hal tersebut. Kemudian Adam diangkat dihadapan mereka dan ia (Adam)
pun melihat kepada mereka, lalu ia melihat orang yang kaya dan orang yang
miskin, ada yang bagus dan ada juga yang sebaliknya. Lalu Adam berkata, “Ya
Tuhanku, seandainya Engkau menyamakan di antara hamba-hambaMU itu”. Allah
menjawab, “Sesungguhnya Aku sangat suka untuk Aku disyukuri”. Dan Adam melihat
para nabi di antara mereka seperti pelita yang memancarkan cahaya pada mereka”.
(HR. Ahmad).
Inilah peristiwa yang terjadi
di Alam ruh, dimana setiap jiwa dari kita manusia telah diambil kesaksian dan
melakukan perjanjian dengan Allah SWT, dengan Nabi Adam dan penduduk langit
sebagai saksi. Secara fitrah kita memang lupa akan perjanjian itu, karena itu
Allah mengingatkan sesuai dengan hadits di atas ; “Sesungguhnya Aku (Allah)
akan mengutus kepada kalian para RasulKu yang akan mengingatkan kalian
perjanjianKu itu..”
“
Wahai manusia jika
kamu ragu kepada hari kebangkitan maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu
dari tanah, kemudian dari setetes air mani,
kemudian dari segumpal darah
kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. Agar
Kami jelaskan kepadamu dan kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi kemudiankamu menjadi dewasa. Dan di antaramu ada yang diwafatkan
dan ada yang dipanjangkan umurnya hingga
pikun supaya dia tidak mengetahui
lagi sesuatupun yang telah dia ketahui dahulu. Dan kamu lihat bumi itu kering
dan apabila Kami turunkan air dari
atasnya hiduplah bumi
itu dan suburlah menumbuhkan berbagai macam
tumbuhan yang indah.” QS. Al-Hajj : 005
Setelah membuat kesaksian tentang Allah selanjutnya satu
persatu ruh tersebut dihembuskan Allah kedalam rahim ibu sebagaimana disebutkan
dalam QS. Sajdah ayat 9, “Kemudian dibentukNya (janin dalam rahim) dan
ditiupkan ke dalamnya sebagian dari ruhNya.”
Sejak itu mulailah manusia memasuki tahap kedua dari
perjalanan hidupnya. Kurang lebih selama 9 bulan janin manusia menetap dirahim
ibu untuk kemudian setelah tiba waktunya lahir kedunia menjadi seorang bayi.
Alam arham adalah ketika manusia berada di rahim ibunya.
Arham adalah bentuk jamak dari kata “rahim”. Rahim berarti kasih sayang. Alam
arham adalah suatu alam di mana manusia dibentuk atas dasar kasih sayang Allah
kepada hamba-Nya. Saat di alam arham ini, sejak itulah terjalin kasih sayang
yang disebut silaturahim.
Sebelum rahim itu ditempelkan kepada manusia, sebelum
ditempelkan kepada manusia rasa kasih sayang Allah itu di sifat rahim tersebut,
maka dia (rahim) berbicara kepada Allah, “Tuhan, inilah saatnya aku berlindung
kepada-Mu dari putusnya tali kasih sayang.”
Dijawab oleh Allah, “
Ketahuilah
wahai rahim, Aku akan terhubungkan dengan orang yang menghubungkan denganmu,
dan Aku akan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu.” (Hadits
Qudsi). “
Dia menciptakan kamu dari
seorang diri kemudian Dia jadikan dari padanya isterinya dan Dia menurunkan
untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam
tiga kegelapan. Yang
(berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan.
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat
dipalingkan?”. QS. Az-Zumar : 006
Jika kematian datang menghampiri seseorang
maka putuslah hubungannya dengan kehidupan dunia. Hanya amal baik dan buruklah yang abadi menemani sampai kealam
kubur. Amal baik seperti shalat, zakat, sedekah dan zikir semua itu akan membawa kebahagian dan ketentraman dialam
kubur.
Sebaliknya amal buruk seperti perbuatan dosa
mendurhakai Allah, melakukan
perbuatan yang dilarang dan dimurkaiNya, serta
meninggalkan amal perbuatan yang diperintahkan semua itu akan membawa
kesengsaraan dialam kubur. Alam
ini adalah masa penantian yang penuh kesengsaraan bagi kaum pendosa dan penuh
kebahagiaan bagi orang beriman. Alam kubur akan berakhir pada hari kiamat
kelak.
“Dan
Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui segala sesuatu dan Dia
menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian
bersyukur.” QS. An-Nahl : 078
Dan pada tahapan
inilah yang menentukan bahagia dan
celakanya, dan merupakan negeri ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Dialah yang
telah menciptakan kematian dan kehidupan agar menguji kalian siapa di antara
kalian yang paling bagus amalannya.” QS. Al-Mulk : 2
“Agar
aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali
tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan
mereka ada barzakh (pembatas) sampai hari mereka dibangkitkan.” QS. Al-Mu’minun : 100.
Sebelum adanya surga dan neraka, ada fase dimana
fase tersebut merupakan fase perhitungan amal. Pada hari berhisab setiap
orang diadili, ditimbang amal baik dan buruknya tidak ada satu perbuatanpun
yang luput dari pemeriksaan. Orang
yang baik timbangan amalnya akan menerima raport dari sebelah kanan. Dia akan
kembali kepada teman dan saudaranya dengan penuh kegembiraan. Sedangkan orang
yang buruk timbangan amalnya akan menerima kitab raport dari belakang, dia
mengeluh dan kembali kepada teman serta saudaranya dengan berkeluh kesah.
Setelah menerima raport setiap orang
diperintahkan menempuh perjalanan menuju tempat abadi yang telah disiapkan
untuk mereka. Orang yang telah menerima raport dari sebelah kanan dengan mudah
dapat melalui lembah neraka yang ganas, dia tidak merasakan panasnya api neraka
sedikitpun. Dia sampai di surga abadi dengan penuh kegembiraan disambut oleh
penduduk surga dengan pesta meriah, hidup kekal selamanya disana.
Namun orang-orang yang menerima raport dari
belakang, terpuruk dilembah
nerakadan tidak pernah bisa keluar dari situ untuk. Kehidupan manusia di dunia
adalah kehidupan yang akan menentukan kehidupan dia selanjutnya di alam lain.
Setiap kebaikan sesuai ajaran Islam akan memudahkan hidupnya di alam kubur dan
di hari pembalasan. Dan sebaliknya, keburukan akan membawanya pada kesengsaraan
di alam kubur dan di alam akhirat. Semoga kita termasuk orang-orang yang
senantiasa memperbanyak amal untuk meraih ridho-Nya dan bertemu dengan-Nya di
surga kelak.
Dalam al-Qur’an (Islam), konsep surga dimaksudkan
terjemahan dari kata bahasa arab, jannah - jamak
dari Jinan - yang berarti “kebun, taman”. Ia adalah tempat yang kekal
di akhirat dan diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah Swt yang beriman dan
beramal shaleh, tempat yang memberikan kenikmatan yang belum pernah dirasakan
ketika hidup di dunia dan sebagai balasan jerih payah memenuhi perintah dan
menjauhi larangannya.
Dari arti “kebun” itu, tampaknya sangat sesuai
ketika Al-Qur’an melukiskan Al-Jannah (surga) sebagai sebuah tempat
yang indah, dipenuhi pohonn-pohon rindang, sungai yang airnya mengalir jernih
dan segala keindahan lainnya. Hal tersebut dimaksudkan dan juga sejumlah
penafsir menggarisbawahi bahwa keadaan di surga, begitu indah dan nikmatnya sampai
tidak terbayangkan oleh manusia.
Di dalamnya terdapat segala sesuatu yang memikat dan
menyenangkan hati serta pandangan, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang
belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum
pernah terpikirkan oleh akal pikiran. Oleh karena itu, Allah subhanahu
wata'aala berfirman: “Seorangpun tidak
mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat)
yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.” (As Sajdah: 17).
Berdasarkan Al Quran dan hadits Nabi
Saw, Ada sepuluh golongan yang akan menjadi penghuni Surga. Kesepuluh
golongan itu diantaranya: para Nabi, orang-orang yang jujur, syuhada, dan
orang-orang yang shalih, Orang-orang yang berbuat baik (al-Abrar), Orang-orang
yang terdahulu (masuk islam) yang didekatkan kepada Allah, Ashhabul Yamin yaitu
orang-orang yang menerima buku catatan amal dari sebelah kanan, Al-Muhsinun,
yaitu orang-orang yang senantiasa berbuat baik dengan ikhlas dan sesuai dengan
aturan syariat, Ash-Shabirun, yaitu orang-orang yang bersabar, Orang yang takut
saat menghadap Tuhannya, Al-Muttaqun, yaitu orang-orang yang bertakwa, Orang-orang
yang beriman dan beramal shalih, dan At-Taaibun, yaitu orang-orang yang
bertaubat.
Neraka dalam terminologi al-Quran memiliki beberapa
pengertian, di antaranya: 1) Alam akhirat tempat penyiksaan untuk orang
berdosa, 2) Sial, dan 3) Keadaan atau tempat menyengsarakan, penyakit parah,
dan kemiskinan.
Dalam terminologi al-Quran, kata neraka
disebut naar, yang berartiapi yang menyala. Secara istilah, neraka berarti
tempat balasan berupa siksaan bagi orang yang berbuat dosa dan kesalahan.
Neraka adalah tempat penyiksaan dimana bentuk
hukumannya yang paling sangat menyiksa digambarkan sebagai api. Nama-nama
neraka yang digunakan di dalam al-Quran: al-Naar (api), jahannam, al-Jahim (yang
membakar), al-Sa’ir (jilatan api), al-Saqar (api yang
menghanguskan), al-Hawiyah (jurang), al-Huthamah (api yang
meremukkan).
Naar adalah api yang panas sekali atau api yang
dijadikan jin darinya. Adapun ayat-ayat yang menggunakan kata
naar ditemukan sebanyak 194 kali. Jahannam, yang memiliki arti sumur
yang dalam. Kata jahannam dalam al-Quran disebutkan sebanyak 77 kali.
Dalam firman Allah l tersebut terdapat enam sifat
orang yang bakal dilemparkan ke dalam Jahannam, diantaranya: Orang yang sangat
ingkar, Keras kepala, Sangat menghalangi kebajikan, Melanggar batas, Lagi
ragu-ragu, dan Yang menyembah sesembahan yang lain beserta.
Iman kepada yang ghaib mempunyai
pengaruh yang besar sekali, sehingga terpantul dalam tingkah laku seseorang dan
juga dalam jalan hidupnya. Ia merupakan motivator yang sangat kuat untuk
melahirkan amal kebajikan dan memberantas kejahatan. Ikhlas beramal untuk
memperoleh pahala dan menghindarkan diri dari siksa di akhirat, bukan
menginginkan balasan dunia dan pujian manusia.
Kuat, tegas dan tegar dalam
pembenaran. Apa yang dijanjikan Allah untuk orang yang beriman menjadikan
seseorang teguh dalam men-jalankan segala perintahNya, menjelaskan yang haq,
mengajak kepada yang haq, menjelaskan yang batil dan memeranginya. Meremehkan
bentuk-bentuk penampilan duniawi. Hal ini merupakan pengaruh dari makmurnya
hati karena keimanan bahwa dunia beserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkan
akhirat adalah kehidupan kekal, damai abadi selamanya. Maka tidak masuk akal
lebih memilih hal yang fana daripada yang kekal. Lenyapnya kebencian dan
kedengkian. Sesungguhnya usaha mewujudkan keinginan nafsu tanpa melalui jalan
yang benar menyebabkan kebencian dan kedengkian antarmanusia. Sedangkan iman
kepada yang ghaib, berupa janji-janji Allah dan ancamanNya menjadikan seseorang
mau mawas diri dan mengoreksi diri sendiri dalam setiap gerak-geriknya demi
mendapatkan pahalaNya dan menjauhi sik-saNya.
Ø http://irpanmaulana91.blogspot.com/2014/04/percaya-kepada-hari-akhir-makalah.html
Ø Shalih
bin fauzan.2010.”Kitab Tauhid 3”. (Jakarta :Darul Haq)
Ø
Thantawi Syaikh Ali.2004.”Aqidah Islam
Doktrin dan Filosofi”. (Solo: Era Intermedia)