Rabu, 23 April 2014

Jilbab Dan Kerudung Menutup Aurat Bukan Membalut Aurat


Alhamdulillah, kesadaran memakai jilbab telah mulai tumbuh di kebanyakan wanita muslimah di tanah air kita. Memakai jilbab sudah bukan merupakan barang aneh atau terlarang di tempat kerja. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan terbukanya era globalisasi, banyak sekali dari wanita muslim yang ingin berpakaian syar’i, mereka ingin memakai jilbab, tapi mereka juga ingin tampil modis dan cantik. Mereka memakai jilbab karena mengikuti trend atau agar terlihat “Islami”, terlihat lebih anggun dan cantik, atau hanya ikut-ikutan saja. Maka mereka pun lebih mementingkan faktor keindahannya, keanggunan dan gaya, TANPA MEMPEDULIKAN SUDAH BENAR ATAU BELUM JILBAB YANG DIGUNAKANNYA.

Tak pelak, kita dapatkan seorang wanita muslim mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya, namun berpakaian tipis dan transparan, atau ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Contohnya, kepala dibalut kerudung/jilbab, tapi berbaju atau berkaos ketat, bercelana jeans atau legging yang mencetak lekuk tubuhnya. Fenomena inilah yang mulai menjamur dan membingungkan kebanyakan orang awam, sebagian mereka berkomentar “MASIH MENDING PAKAI JILBAB GAUL DARIPADA GAK PAKE SAMA SEKALI!!” Yang lain berkomentar, “LHO, INI KAN MASIH DALAM TAHAP BELAJAR?!”, “YANG UDAH PAKE JILBAB DIKOMENTARIN TERUS, TAPI GIMANA SAMA WANITA YANG PAKE BIKINI? KOK GAK DIKOMENTARIN?” Dan komentar lainnya yang terkesan benar, tapi sejatinya sangat-sangat jauh dari kebenaran. Karena seorang muslim dituntut untuk menjalankan agama secara kaffah (total dan sempurna). BAGAIMANA ISLAM MEMANDANG HAL FENOMENA INI? ADAKAH DOSA DIBALIK JILBAB GAUL? Jikalau kita cermati, jilbab yang dipakai oleh wanita muslimah itu bermacam-macam.

Bisa kita bagi secara umum menjadi 3 macam jilbab, yaitu:
- Jilbab besar
- Jilbab biasa
- Jilbab gaul atau jilbab “funky bin jilbab nyekek leher” saja

Simak penjelasannya satu-persatu - Jilbab besar adalah jilbab syar’i, yaitu jilbab yang menutup seluruh aurat, tidak menjadi perhiasan dan pusat perhatian, tidak tipis, tidak ketat, tidak menyerupai lelaki, tidak menyerupai wanita-wanita kafir, tidak berparfum dan bukan termasuk pakaian syuhrah. Pakaian syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal (yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia & perhiasannya) maupun pakaian yang bernilai rendah (yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya’). (Imam Asy Syaukani dalam Nailul Athar II/94) -

Adapun jilbab biasa adalah sama dengan di atas, namun dengan ukuran yang sedang, tidak sebesar jilbab di atas. Hukum jilbab seperti ini adalah tidak mengapa, asal sifat-sifat yang ada pada jenis pertama (menutup seluruh aurat, tidak menjadi perhiasan dan pusat perhatian, tidak tipis, tidak ketat, tidak menyerupai lelaki, tidak menyerupai wanita-wanita kafir, tidak berparfum dan bukan termasuk pakaian syuhrah) masih bisa dipertahankan.

- Sedangkan jilbab gaul adalah jilbab yang lagi booming sekarang ini. Contoh-contohnya: Ada yang memakai kerudung dengan bawahan rok yang hanya sebetis/ malah kain yang dipakai berbelah di depan (split), ada yang hanya mengikatkan kerudung pada kepala tanpa menutup dada, ada yang memakai bawahan hanya ngepas pada mata kaki dan tanpa kaos kai, ada juga yang memakai baju berlengan panjang hingga pergelangan tangan tanpa decker/kaos tangan, sehingga jika diangkat tangannya maka akan terlihat perhiasan yang ada di tangannya, ada yang pakai kerudung tapi untaian rambutnya lebih panjang daripada kerudungnya ada yang pakai kerudung “saringan tahu” karena saking tipisnya sehingga rambut dan ikat rambutnya terlihat jelas, ada yang pakai jilbab dengan corak warna yang mencolok sehingga bisa mencuri perhatian sekitar terutama laki-laki. Ada yang menghiasi jilbab dengan renda dan asesoris yang mencolok seperti bros, yang terakhir, ada yang jilbab “nyekek leher” lalu luarnya ditambah kerudung/kain yang berbeda warna dengan yang di dalam, yang terlihat seperti “Biarawati Nasrani” …wal iya dzubillah. Bagi wanita muslimah yang memakai jilbab jenis ketiga ini, apakah bisa dikatakan sudah cukup dan lebih “mending” dan baik daripada yang tidak pakai sama sekali? Jawabannya, justru bisa jadi wanita tersebut berdosa karena melanggar batasan-batasan syari’at tentang jilbab dan busana muslimah. Hal ini jika kita cermati, niscaya banyak sekali penyimpangan-penyimpangan dari jenis jilbab “gaul” ini, antara lain:

A. JILBAB GAUL TIDAK MENUTUP AURAT SECARA SEMPURNA (HANYA “MEMBUNGKUS” AURAT)
Aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Namun, banyak dari busana muslimah saat ini, tidak menutupi aurat secara keseluruhan. Masih ada saja celah-celah yang menampakkan aurat mereka. Di antara mereka masih ada yang menampakkan leher, lengan, tangan, kaki. Padahal jilbab syar’i adalah yang menutup aurat secara sempurna, kecuali muka dan telapak tangan saja.
Dari Abu Dawud, dari Aisyah berkata, bahwa Asma suatu kali mendatangi Rasulullah dengan mengenakan pakaian tipis lalu Rasulullah berkata kepadanya,”Wahai Asma’, wanita yang telah haid (maksudnya telah baligh), tidak boleh terlihat darinya kecuali ini, beliau mengisyaratkan ke mukanya dan telapak tangannya.” (HR.Abu Dawud no.4104)

B. JILBAB GAUL MENARIK PERHATIAN KAUM LELAKI
Di antara tujuan jilbab adalah melindungi diri dari godaan lelaki dan menghindar dari fitnah, namun jilbab gaul justru malah menarik perhatian kaum lelaki. Bagaimana mungkin jilbab justru menarik perhatian kaum lelaki? Hal ini disebabkan antara lain:
- Jilbab gaul berwarna warni dan dihiasi berbagai macam motif. Syaikh al Albani menegaskan, “Tujuan disyari’atkannya memakai jilbab adalah untuk menutup perhiasan wanita, maka tidak masuk akal jika seorang wanita muslim memakai jilbab yang penuh motif & hiasan”. (Jilbab Mar’ah Muslimah: 120) Oleh karenanya, Allah berfirman,”Dan janganlah menampakkan perhiasannya” (QS.An Nur: 31). Keumuman ayat ini menunjukkan bahwa hiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah mencakup pakaian itu sendiri jika dipenuhi oleh hiasan yang menarik perhatian kaum lelaki. APAKAH BERARTI SEORANG WANITA MUSLIM HARUS MEMAKAI PAKAIAN HITAM? Tidak juga, karena kriteria pakaian bagi muslimah adalah pakaian yang berwarna lazim atau familiar, tidak menjadi pusat perhatian. Sehingga, jika suatu daerah justru membenci warna hitam, maka tidak mengapa dia memilih pakaian berwarna terang seperti merah, hijau, dll jika termasuk pakaian yang lazim dipakai. Ibrahim an Nakha’i suatu hari bersama Alqamah mendatangi para istri Nabi, mereka berdua mendapatkan istri para Nabi memakai pakaian berwarna merah. (Jilbab Mar’ah Muslimah: 122) 
- Jilbab gaul tipis dan transparan Menutup aurat tidak mungkin terwujud dengan pakaian tipis dan transparan, justru dengan pakaian tipis, akan menambah fitnah dan menjadi hiasan bagi kaum wanita. Karenanya Nabi bersabda, ”Dua golongan dari ahli Neraka yang tidak pernah aku lihat: seseorang membawa cambuk seperti ekor sapi yang dia memukul orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepalanya bagai punuk onta yang bergoyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya,sekalipun ia bisa didapatkan sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim) Ibnu Abdil Barr mengatakan,”Makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’ (berpakaian tapi telanjang) adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutup dengan sempurna). Mereka berpakaian, namun hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Mar’ah Muslimah: 125-126)
- Jilbab Gaul ketat, memakai jilbab itu bertujuan menghindari fitnah, dan hal ini tak mungkin terwujud dengan memakai pakaian ketat. Meskipun terkadang pakaian ini menutupi warna kulit, namun pakaian seperti ini menampakkan sebagian bahkan seluruh lekuk tubuh.
- Jilbab Gaul berparfum, padahal Nabi menegaskan,”Tidaklah seorang wanita memakai minyak wangi lalu keluar melewati sebuah kaum supaya mereka mencium parfumnya, maka sesungguhnya wanita itu adalah pezina.” (HR.Ahmad)
- Jilbab Gaul menyerupai wanita-wanita kafir, karena biasanya jilbab gaul mengikuti mode yang sedang berkembang di dunia barat kemudian dipoles sedikit dengan nuansa Islami, belum lagi dengan model yang sedang nge-trend yang menyerupai biarawati nasrani..wal iya dzubillah MENGAPA FENOMENA INI SEMAKIN MARAK DAN DIGANDRUNGI OLEH SEBAGIAN REMAJA PUTERI DAN WANITA MUSLIMAH? Boleh jadi hal ini disebabkan pengetahuan mereka yang minim mengenai jilbab yang syar’i. Sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja, sebab pemahaman keIslamannya masih minim. Atau mereka termakan berbagai propaganda musuh-musuh Islam yang ingin menggiring kaum muslimah keluar rumah dalam keadaan “telanjang” dengan alasan emansipasi, kesetaraan gender,dll. Propaganda lainnya yang menyebutkan bahwa jilbab hanya adat dan budaya negara Arab saja, dsb. Bagaimana solusinya? Tentunya dengan menanamkan pendidikan Islam secara menyeluruh dan berkesinambungan kepada para generasi muda umat ini dimulai dari diri mereka sendiri. Wallahu A’lam ....



Sumber : Catatan Hati Muslimah

(Makalah Tauhid) IMAN KEPADA HAL – HAL GHAIB



KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Iman Kepada Hal – Hal Ghaib”. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Tauhid.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini mendapat bimbingan dari Dosen mata kuliah Tauhid, serta rekan satu kelompok yang telah berkerja sama.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Bekasi,  April 2014



Penyusun









 DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG MASALAH

Keimanan dan pengucapan dua kalimat syahadat mengharuskan adanya keimanan pada hal ghaib yang diinformasikan Allah melalui Rosul-Nya. Maka dari sinilah muncul istilah rukun iman, yang semuanya bersifat ghaib, atau mempunyai unsur ghaib. Iman kepada tujuh langit, yang didalamnya terdapat malaikat, baitul ma’mur, di tingkat ketujuh ada syurga, atapnya adalah ‘Arsy, ruh- ruh kaum mukminin naik padanya, semuanya adalah bagian dari keimanan kepada Al-Qur’an. Iman dengan adanya alam barzah setelah kematian adalah cabang dari keimanan kepada hari akhir, begitu seterusnya, tidak ada satupun perkara yang ghaib yang tidak merujuk kepada enam rukun.
Ghaib adalah kata masdar yang digunakan untuk setiap sesuatu yang tidak dapat diindra, baik diketahui maupun tidak. Iman kepada yang ghaib berarti percaya kepada segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra dan tidak bisa dicapai oleh akal biasa, akan tetapi ia diketahui oleh wahyu yang diterima oleh para nabi dan rasul.
Iman kepada yang ghaib adalah salah satu sifat dari orang-orang mukmin. Al-Quran sendiri telah menyebutkan kata “ghaib” kurang lebih sebanyak 56 kali. Dan di permulaan surat al-Baqarah, Allah meyebutkan salah satu dari karakter orang-orang yang beftaqwa adalah, orang-orang yang beriman kepada yang ghaib. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: 

Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan pada-nya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 1-3).

Iman yang benar terhadap adanya pahala menjadikan seseorang bergegas melakukan ihsan dan kebajikan demi mendapatkan pahala yang kekal, suatu perkara yang menjadikan bersihnya jiwa dan merebaknya kasih sayang di antara individu dan jama’ah. Sebagaimana Allah menceritakan tentang orang-orang yang telah mempraktekkan hal itu dalam firmanNya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), me-reka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ’Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 9-10).
Bentuk percaya kepada alam ghaib bukan berarti boleh meminta-minta kepada makhluq halus, jin, syetan, iblis dan sebagainya. Ini pengertian percaya yang keliru. Percaya disini meyakini keberadaan dan eksistensi alam dan makhluq ghaib, termasuk surga, neraka, malaikat, alam kubur, alam barzakh, padang mahsyar dan seterusnya. Inti dari kepercayaan kepada semua itu tidak lain bahwa kita harus mempersiapkan diri untuk mati dan masuk ke alam ghaib itu serta mempertanggung-jawabkan semua amal kita di dunia. 

1.2.  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a.         Bagaimana Iman Kepada Allah?
b.        Bagaimana Iman Kepada Malaikat
c.         Bagaimana Iman Kepada Hari Kiamat
d.        Bagaimana Iman Kepada Padang Mahsyar
e.         Bagaimana Iman Kepada Qada dan Qadar
f.         Bagaimana Iman Kepada Makhluk Allah Swt.
g.        Bagaimana Iman Kepada Eksistensi Alam

1.3.  TUJUAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
a.         Untuk mengetahui Iman Kepada Allah.
b.        Untuk mengetahui Iman Kepada Malaikat.
c.         Untuk mengetahui Iman Kepada Hari Kiamat.
d.        Untuk mengetahui Iman Kepada Padang Mahsyar.
e.         Untuk mengetahui Iman Kepada Qada dan Qadar.
f.         Untuk mengetahui Kepada Makhluk Allah Swt.
g.        Untuk mengetahui Kepada Eksistensi Alam.

BAB II PEMBAHASAN

Ghaib” adalah apa yang tersembunyi dari manusia tentang perkara-perkara yang akan datang atau yang telah lalu dan apa yang tidak mereka lihat[1]. Ilmu ghaib ini khusus milik Allah semata Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah:"tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”. (An-Naml:65)
Maka tak seorangpun mengetahui yang ghaib kecuali Allah SWT semata, namun terkadang Allah memperlihatkan apa yang dikehendakinya dari yang ghaib kepada rasul-rasulnya untuk suatu hikmah dan kemaslahatan. Allah SWT berfirman : “(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (Al-jin 26-27)
Artinya Allah tidak memperlihatkan sesuatupun dari masalah ghaib kecuali kepada orang yang dipilihnya untuk mengemban risalahnya. Allah memperlihatkan kepadanya apa yang dikehendakinya dari masalah ghaib. Karena bukti kenabiannya adalah mukjizat dan diantara mukjizat itu adalah mengabarkan tentang masalah ghaib yang diperlihatkan Allah kepadanya. Dan hal ini berlaku umum bagi rasul (utusan Allah), baik dari jenis malaikat maupun dari jenis manusia. Dan selain mereka tidak diperlihatkan masalah ghaib berdasarkan dalil yang membatasinya. Barang siapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib dengan cara apapun, padahal dia bukan orang yang dipilih Allah sebagai rasul maka ia adalah pendusta dan kafir.
Alam yang dapat disaksikan oleh Al-Qur’an dinamakan alam syahadah (alam nyata), sedangkan alam yang tidak tampak oleh indra kita (alam metafisik) dinamakan alam ghaib. Tentang alam nyata, semua manusia mempercayai dan membenarkan keberadaannya. Bahkan hewan yang bisu saja dengan perasaannya dapat mengetahui keberdaannya. Jadi,dalam mempercyai masalah ini tidak ada orang yang lebih unggul daripada yang lain. Sebab ini termasuk dalam kategori ilmu dhaaruri. Keunggulan hanya ada dalam kepercayaan kepada yang gaib. Keunggulan ini ada pada orang beriman kepada apa yang tidak dapat ia lihat, namun ia membenarkan keberadaannya karena bersandar kepada kebenaran berita mengenai hal itu.
Bagaimana kita percaya kepada yang gaib, sedangkan Allah tidak memberikan kepada kita indra untuk mengetahuinya? Jika kita hanya bersandar pada indara dan akal untuk menentukan segalanya, maka kita akan tetap pada kejahilan mengenai apa yang ada dibalik materi, oleh karena itu, diantara hikmah Allah dan rahmatnya yang diberikan kepada kita, Allah tidak membiarkan akal dalam kelemahanya untuk mengetahui, tetapi Allah memberitahukan hal-hal yang dibutuhkannya.
Pemberitahuan itu tidak berasal dari jiwa, tetapi datang dari luarnya bukan dari intuisi jiwa, inspirasi spiritual, kilasan pikiran, juga bukan kesimpulan akal. Kia tidak muncul dari kemampuan manusiawi, tetapi datang dari luar melalui salah satu dari tiga jalan[2]: Pertama, diberikannya berita-berita ini oleh Allah kepda manusia melalui ilham, mimpi atau jalan lainnya yang tidak bisa direkayasa oleh manusia dan tidak dapat dihasilkan dengan cara ijtihad, lalu ia merasakan dan mengungkapkannya. Kedua, memperdengarkannya tanpa bisa diketahui siapa yang sebenarnya telah mengatakannya, sehingga hal itu sampai ketelinganya yang akhirnya ioa dapat mengetahui. Ketiga, (yang paling sering), Allah mengutus salah seorang dari makhluknya yang pilihan dan taat serta gaib dari mata kita, yaitu makhluk yang dinamakan malaikat, kepada salh seorang manusioa yang dipilih oleh Allah yakni Rasul untuk menerima risalhnya dan memerintahkannya agar menyampaikan risalah itu kepada manusia.
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”.(Asy-Syura : 51)
Maslah gaib yang merupakan rukun iman dimana orang yang mengingkarinya dianggap kufur dan keluar dari agama islam adalah masalah-masalah gaibn yang dikemukkan oleh Al-Qur’an. Adapun maslah gaib yang disebutkann dalam sunnah hadis yang sahih, maka orang yang mengingkarinya tidak bisa dikafirkan dan tidak sampai keluar dari agama, tetapi dianggap fasiq.
Perbedaan antara kitab dan sunah disini perlu sedikit dijelaskan. Wahyu yang diterima oleh Nabi yang kemudian beliau sampaikan kepada umatnya dan hadis yang beliau tuturkan , keduanya pada dasarnya memiliki kekuatan yang sama untuk dijadikan hujjah.
Hal-hal yang gaib diberitakan oleh syara dan wajib diimani dan yang mengingkarinya dinyatakan kufur adalah malaikat dan jin, kitab-kitab dan para rasul, hari akhir dan segala kejadian didalamnya yang berupa hisab dan setelah itu pahala dan sikasa, qadar, berita-berita didalam Al-Qur’an mengenai penciptaan langit dan bumi, penciptaan manusia, dan segala hal yang diberitakan oleh Al-Qur’an.
Alam gaib itu bermacam-macam, diantaranya: Pertama, kegaiban yang tidak kita ketahui, namun diketahui oleh manusia yang lain selain kita. Misalnya, kisah Yusuf yang dinamakan oleh Allah sesuatu yang gaib. Sebab Nabi Muhammad SAW dan kaumnya tidak mengetahui kisah tersebut dengan indra mereka  tidak melihat serta tidak pula mendengarnya. Kedua, kegaiban yang tidak diketahui oleh manusia, meskipun ada kemungkinan secara akal mereka dapat mengetahuinya sekiranya Allah mengemukakan waktu penciptaan mereka. Seperti misalnya, peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dibumi sebelum mereka dan berita-berita mengenai makhluk-makhluk yang pernah menghuninya, meski secara riil mereka tidak mengetahuinya. Ketiga, kegaiban yang tidak mungkin dapat diketahui dengan indra, tidak dapat ditentukan oleh akal, dan tidak dapat dimengerti hakikatnya dengan imajinasi. Contohnya sifat-sifat Allah dan segala makhluknya yang digaibkan dari kita seperti para malaikat, jin, setan, keadaan hari kiamat, serta kejadian-kejadian  sesudah hari kiamat yang berupa hisab, pahala, dan siksa.

2.1.  Iman Kepada Allah

Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan anggota badan (beramal). Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan dalam kalimat :
أشهد أن لاإله إلا الله
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136) 
Itulah keimanan yang sesungguhnya. Jika sudah demikian Insya Allah hidup kita akan tentram. Apabila hati dan jiwa sudah tentram, maka seseorang akan berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah dan kesusahan selalu diterimanya dengan sabar.
Dasar Beriman Kepada Allah: (a) Kecenderungan dan pengakuan hati, (b) Wahyu Allah atau Al-Qur’an, dan (c) Petunjuk Rasulullah atau Hadits. Setiap manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada kekuatan ghaib yang bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan dasar iman. Namun dengan pengakuan hati tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman anggota tubuh. Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai keimanan yang benar tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati nurani saja, tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

2.2.  Iman Kepada Malaikat

Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta ketentuan Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang artinya kekuatan. Iman kepada Malaikat adalah yakin dan membenarkan bahwa Malaikat itu ada, diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya / nur.
Sifat-Sifat Dasar Malaikat Allah SWT :
a.         Pasti selalu patuh pada segala perintah Allah dan selalu tidak melaksanakan apa yang dilarang Allah SWT.
b.         Tidak sombong, tidak memiliki nafsu dan selalu bertasbih.
c.         Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi yang dia kehendaki.
d.        Memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman.
e.         Ikut bahagia ketika seseorang mendapatkan Lailatul Qadar.
Fungsi iman kepada Malaikat Allah :
a.         Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
b.         Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dengan bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba mendapatkan Lailatul Qodar.
c.         Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti / meniru sifat dan perbuatan malaikat.
d.        Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

2.3.  Iman Kepada Hari Kiamat

Iman kepada hari Akhir merupakan salah satu rukun dari rukun iman, dan salah satu ‘aqidah dari ‘aqidah Islam yang pokok, karena masalah kebang-kitan di negeri akhirat merupakan landasan berdirinya ‘aqidah setelah masalah keesaan Allah Ta’ala. Hari akhir atau hari kiamat adalah hari binasanya atau hancurnya seluruh alam semesta. Hari kiamat didahului dengan tanda-tanda seperti keluarnya Dajjal, Ya’juj Ma’jud, turunnya Nabi Isa AS, keluarnya hewan-hewan besar, muculnya matahari dari barat dan lain sebagainya.
Iman kepada segala hal yang terjadi pada hari Akhir dan tanda-tandanya merupakan keimanan terhadap hal ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh akal, dan tidak ada jalan untuk mengetahuinya kecuali dengan nash melalui wahyu. Karena pentingnya hari yang agung ini, kita dapati (di dalam al-Qur-an) bahwa Allah Ta’ala seringkali menghubungkan iman kepada-Nya dengan iman kepada hari Akhir.
Sesudah hari kiamat manusia dibangkitkan dari kematian dan mulai menjalani kehidupan baru di alam akhirat dengan fase sebagai berikut :
1.           Yaumul Ba’ats ( Hari Kebangkitan )
2.           Yaumul Mahsyar ( Hari Berkumpul di Padang Mahsyar )
3.           Yaumul Mizan ( Hari Pertimbangan Amal )
4.           Yaumul Jaza’ ( Hari Pembalasan )
Sesungguhnya beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan beriman kepada apa yang ada di dalamnya berupa pahala dan siksaan adalah sesuatu yang benar-benar mengarahkan prilaku manusia kepada jalan yang benar. Tidak ada satu undang-undang pun yang dibuat manusia, mampu menjadikan prilaku manusia lurus dan istiqamah sebagaimana yang dihasilkan oleh iman kepada hari Akhir. Oleh karenanya, ada perbedaan yang sangat nampak antara prilaku orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, dia mengetahui bahwasanya dunia adalah ladang bagi kehidupan akhirat, juga mengetahui bahwasanya amal shalih adalah bekal hari akhir.
Fungsi iman kepada hari akhir antara lain :
1.         Bertindak / beramal dengan penuh tanggung jawab.
2.         Pandangan hidup optimis.
3.         Kehidupan yang shaleh di masyarakat.
4.         Menambah rasa iman dan taqwa pada Allah.
Beriman kepada hari akhir artinya meyakini bahwa hari akhir itu haq dan tidak ada keraguan tentangnya. Adanya hari akhir dan mengimaninya merupakan motivasi bagi seorang mukmin untuk semakin bersemangat dalam berlomba-lomba berbuat kebaikan dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir serta apa yang ada di dalamnya, baik perhitungan maupun pembalasan, maka dia akan selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan segala keinginannya dalam kehidupan dunia, terengah-engah di belakang perhiasannya, rakus dalam mengumpulkannya, dan sangat pelit jika orang lain ingin mendapatkan kebaikan melaluinya. Dia telah menjadikan dunia sebagai tujuannya yang paling besar, dan puncak dari ilmunya (pengetahuannya). Dia mengukur setiap perkara dengan kemaslahatannya semata, tidak mempedulikan orang lain dan tidak pernah melirik sesamanya kecuali dalam batasan-batasan yang dapat mewujudkan manfaat bagi dirinya pada kehidupan yang pendek dan terbatas ini. Dia bergerak dengan menjadikan bumi dan umur sebagai batasannya saja. Oleh karena itu, sistem perhitungan dan pertimbangannya pun berubah-ubah dan akan berakhir dengan hasil yang salah.

2.4.  Iman Kepada Padang Mahsyar

Iman kepada padang mahsyar adalah meyakini bahwa semua makhluk setelah dibangkitkan dari kubur dan dikumpulkan akan digiring ke Mahsyar, yaitu suatu tempat berkumpul, berupa padang putih yang luas, rata dan lurus, tidak ada kelokan dan gundukan. Tak ada bukit yang dapat digunakan manusia untuk bersembunyi atau jurang untuk berlindung dari pandangan mata. Mahsyar adalah satu tanjakan yang membentang, tanpa naik turun. Mereka akan digiring kesana secara berbondong-bondong.
Tingkatan manusia dalam iring iringan menuju mahsyar ini berbeda-beda sesuai dengan amal perbuatan mereka di dunia. Ada yang menaiki kendaraan, yaitu orang-orang yang bertakwa. Ada yang jalan dengan kakinya yaitu orang-orang islam yang kurang beramal (sedikit amal baiknya). Ada yang berjalan dengan wajahnya (kepalanya) atau jungkir yaitu orang-orang kafir. Dari tempat berkumpul itu kemudian mereka diarahkan ke surga atau neraka. Setelah itu mereka akan melewati jembatan (Shirat).
Dalam hal ini ummat Muhammad terbagi menjadi tujuh macam golongan, yaitu:
1.         Shiddiquun, yaitu orang-orang yang suka pada kebenaran atau sangat membenarkan ajaran Nabi, mereka berjalan melewati shirat dengan kecepatan tinggi bagaikan petir yang menyambar.
2.         ‘Alimun, yaitu orang-orang yang alim. Mereka berjalan melewati shirat bagaikan angin yang bertiup kencang.
3.         Budala’, Yaitu para wali Abdal (mulya), mereka berjalan melewati shirat bagaikan burung yang terbang dalam waktu singkat.
4.         Syuhada, yaitu orang-orang yang mati syahid. Mereka berjalan melewati shirat bagaikan kuda balap dalam waktu setengah hari.
5.         Hujjaj, yaitu orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji dengan baik. Mereka berjalan melewati shirat dalam waktu sehari penuh.
6.         Muthi’uun, yaitu orang-orang yang taat beribadah kepada Allah. Mereka berjalan melintasi shirat dalam waktu sebulan.
7.         ‘Ashun, yaitu orang-orang yang durhaka(berbuat maksiat), tetapi masih memiliki iman. Mereka meletakkan kaki pada shirat, sementara dosa-dosanya ada di punggung mereka. Ketika mereka berjalan melintasinya, api neraka jahanam akan menjilat mereka. Tetapi saat itu api neraka jahanam akan melihat sinar iman di dalam hati mereka, maka berkatalah ia :”Selamatlah kau wahai orang yang beriman. Sesungguhnya sinarmu memadamkan baraku.” Keterangan ini sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Al Hamdani.
Di padang mahsyar semua makhluk merasa malu ketika dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Perkasa. Masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri, bertebaran bagaikan laron. Teman-teman dekat bertemu, saling melihat dan saling mengenal, tetapi mereka tidak saling menyapa. Mereka dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat dan berjalan kaki. Rasulullah Saw bersabda: “manusia dibangkitkan dalam keadaan telanjang kai, telanjang bulat dan belum dikhitan. Mereka akan dikendalikan oleh keringat yang mencapai daun telinga.”

2.5.  Iman Kepada Qada dan Qadar

Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

2.6.  Iman Kepada Makhluk Ghaib Allah Swt.

2.6.1. Jin

Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya adalah Jiniy (dalam bahasa arab dahulu kala, dan Genie dalam bahasa Inggris) artinya “yang tersembunyi” atau “yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Hal itulah yang memungkinkan kita mengaitkannya dengan sifat yang umum “alam tersembunyi”, sekalipun akidah Islam memaksudkannya dengan makhluk-makhluk berakal, berkehendak, sadar dan punya kewajiban, berjasad halus dan hidup bersama-sama kita di bumi ini. Dalam sebuah hadits dari Abu Tha’labah yang bermaksud : “Jin itu ada tiga jenis yaitu: Jenis yang mempunyai sayap dan terbang di udara, Jenis ular dan jengking dan Jenis yang menetap dan berpindah-pindah.”
Allah S.W.T. menciptakan jin sebelum menciptakan manusia, dengan selisih waktu yang lama bila dikiaskan pada manusia mahupun jin sendiri. Allah S.W.T. berfirman (maksudnya) : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin, sebelum itu dari api yang sangat panas”. (QS. Al-Hijr: 26-27)
Secara etimologi Al-Jin berasal dari kata jamak artinya bersembunyi.Al-Jin kerena tersembunyi dari pandangan manusia. Jin adalah suatu macam makhluk yang termasuk dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah taklif (menjalankan syari’at agama). Allah SWT menjelaskan tentang asal bahan yang dari padanya jin itu diciptakan oleh-Nya bagaimana firmannya:
“,,Sungguh kami (Allah) telah menciptakan manusia itu dari tanah kering (yang berasal) dari lumpur hitam,yang diberi bentuk. Dan kami ciptakan jin sebelum itu dari api yang sangat panas”. (QS.Hijir 26-27)
Dari ayat diatas menunjukkan bahwa jin diciptakan dari api yang tiada berasap yang murni sama sekali.dan penciptaan jin lebih dulu dari pada penciptaan manusia.
Jin juga diperintahkan untuk mengerjakan syariah agama sebagiamana manusia, sedang yang mereka ikuti adalah rasul dari manusiadalam hal ini Allah SWT berfirman:
“,,Hai para jin dan manusia! Bukankah sudah datang pada mu rasul-rasul yang dari golonganmu sendiri, menerangkan ayat-ayat (keterangan-keterangan)Ku dan member peringatan padamu semua tentang pertemuannya dengan hari ini? Mereka mengatakan:”Kami menjadi saksi-saksi akan kesalahan kami sendiri” merka itu telah tertipu oleh kehidupan dunia dan mereka itu menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka itu lah orang-orang kafir.”(QS.An’am 130)
Jin itu banyak sekali penggolongannya. Diantara mereka ada yang istiqomah (berpendirian teguh), baik perangainya serta bagus kelakuaanya. Tetapi ada pula diantara mereka yang bodoh, lemah akal  fikirannya, serta lalai. Diantara mereka ada pula yang kafir dan inilah bagian yang terbanyak sekali dikalangan bangsa jin itu.
,,Diantara kita ada golongan yang baik dan diantara kita ada golongan yang demikian(yakni tidak baik) kita semua menempuh jalan yang berlain-lainan”. (QS.Jin 11)
“,,Diantara kita ada yang patuh (memeluk agama islam) dan diantara kita ada pula yang menganiaya(kafir). Barangsiapa yang patuh (masuk islam) itulah yang menempuh jalan yang benar. Adapun yang menganiaya,maka mereka itulah yang menjadi kayu bakar neraka jahanam”. (QS.Jin 14-15)

2.6.2. Iblis

Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal dari ablasa artinya putus asa. Dinamai iblis karena dia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT. Iblis mempunyai kerajaan yang sangat besar. Ada menteri-menteri, pemerintahan dan pejabat-pejabat. Iblis juga mempunyai wakil-wakil, lima di antaranya wajib diwaspadai :
* Yang pertama, menurut kalangan Jin, bernama Tsabar. Dia selalu mendatangi orang yang sedang kesusahan atau ditimpa musibah, baik kematian isteri, anak ataupun kaum kerabat. Kemudian dia melancarkan bisikannya dan menyatakan permusuhannya kepada Allah. Diucapkannya, melalui mulut orang yang ditimpa musibah itu, keluh-kesah and caci-maki terhadap ketentuan Allah atas dirinya.
* Yang kedua, namanya ialah Dasim. Syaitan inilah yang selalu berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mencerai-beraikan ikatan perkahwinan, membuat rasa benci antara satu sama lain di kalangan suami-isteri, sehingga menjadi penceraian. Dia adalah anak kesayangan Iblis di wilayah kerajaannya yang sangat besar.
* Yang ketiga, namanya ialah Al-A’war. Dia dan seluruh penghuni kerajaannya, adalah pakar-pakar dalam urusan mempermudah terjadinya perzinaan. Anak-anaknya menghiaskan indah bahagian bawah tubuh kaum wanita ketika mereka keluar rumah, khususnya kaum wanita masa kini, betul-betul menggembirakan Iblis di kerajaan yang besar. Segala persoalan yang menyangkut keruntuhan moral dan perzinahan berurusan dengan pejabat besar mereka.
* Yang keempat, namanya ialah Maswath, pakar dalam menciptakan kebohongan-kebohongan besar mahupun kecil. Bahkan kejahatan yang dia dan anak-anaknya lakukan sampai pada tingkat dia memperlihatkan diri dalam bentuk seseorang yang duduk dalam suatu pertemuan yang disenggarakan oleh manusia, lalu menyebarkan kebohongan yang pada gilirannya disebarkan pula oleh manusia.
* Yang kelima, namanya ialah Zalnabur. Syaitan yang satu ini berkeliaran di pasar-pasar di seluruh penjuru dunia. Merekalah yang menyebabkan pertengkaran, caci-maki, perselisihan dan bunuh-membunuh sesama manusia.
Untuk menghindarinya hendaklah mengucapkan :Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syaitan, (**Sebutkan namanya: Tsarbar/Dasim/Al-A’war/Maswath/Zalnabur) yang terkutuk, serta pengikut-pengikut dan anak-anaknya.
Menurut buku Asy-Syibli meriwayatkan sebuah riwayat dari Zaid bin Mujahid yang mengatakan bahawa, “Iblis mempunyai lima anak, yang masing-masing diserahkan urusan-urusan tertentu. Kemudian dia memberi nama masing-masing anaknya : Tsabar, Dasim, Al-A’war, Maswath dan Zalnabur.”

2.6.3. Syaitan

Kata Syaitan berasal dari kata syatana artinya menjauh. Dinamai Syaitan karena jauhnya dari kebenaran. Dalam menjalankan misinya untuk mengganggu anak cucu Adam, Iblis dibantu oleh Syaithan. Yang dimaksud Syaithan secara istilah adalah setiap yang mengikuti perbutan Iblis baik dari golongan Jin ataupun manusia sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An’am, ayat 112 yang artinya: “Demikianlah kami ciptakan bagi tiap-tiap nabi musuh-musuhnya, yaitu Syaithan-syaithan yang terdiri dari bangsa manusia dan jin, sebagian menyampaikan perkataan palsu kepada yang lainnya untuk mengadakan penipuan”.
Sebagaimana yang telah kita bahas di atas bahwasanya Iblis telah diberikan kehidupan panjang sampai hari kiamat untuk menggoda keturunan Nabi A’dam. Dalam segi kedudukan, Iblis adalah pemimpinnya para Syaithan. Sebagaimana diriwayatkan dari Jarir R.A dari Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Iblis itu meletakkan singasananya di atas air, kemudian ia mengirimkan pasukannya. Yang paling dekat dengan Iblis (diantara anak buahnya), maka ia adalah yng terhebat dalam membuat fitnah (kejahatan)”. Iblis dan Syaithan menggoda manusia dengan cara melupakan mereka dari mengingat Allah (Dzikrullah). Oleh karena itu Allah SWT beberapakali berfirman dalam Al-Quran, menyuruh manusia untuk menjadikan Iblis dan syaithan itu sebagai musuh, agar manusia membenci mereka dan tidak tergoda dari tipu muslihat mereka. Wallahu A’lam.
Dalam kehidupan manusia, Iblis dan Syaithan adalah pengganggu yang menyesatkan manusia, dan mengajak manusia untuk menjadi penghuni neraka. Sehingga dengan demikian, iman manusia pun betul-betul diuji. Manusia juga harus memimikirkan akibat dari sebuah kesalahan yang dikerjakan Iblis sehingga ia dikeluarkan dari surga dan mendapat la’nat Allah, agar manusia tidak melakukan hal yang sama dalam kehidupannya.
9 ANAK-ANAK SYAITAN YANG LAINNYA:
a.          ZALITUUN : Duduk di pasar/kedai supaya manusia hilang sifat jimat cermat. Menggoda supaya manusia berbelanja lebih dan membeli barang-barang yang tidak perlu.
b.         WATHIIN : Pergi kepada orang yang mendapat musibah supaya bersangka buruk terhadap Allah.
c.          A’AWAN : Menghasut sultan/raja/pemerintah supaya tidak mendekati rakyat. Seronok dengan kedudukan/kekayaan hingga terabai kebajikan rakyat dan tidak mahu mendengar nasihat para ulama.
d.         HAFFAF : Berkawan baik dengan kaki botol. Suka menghampiri orang berada di tempat-tempat maksiat ( i.e. disko, kelab malam & tempat yang ada minuman keras )
e.          MURRAH : Merosakkan dan melalaikan ahli dan orang yang sukakan muzik sehingga lupa kepada Allah. Mereka ini tenggelam dalam keseronokan dan glamour etc.
f.          MASUUD : Duduk dibibir mulut manusia supaya melahirkan fitnah, gosip, umpatan dan segala apa sahaja penyakit yang mula dari kata-kata mulut.
g.         DAASIM ( Berilah Salam sebelum masuk ke rumah ) : Duduk di pintu rumah kita. Jika tidak memberi salam ketika masuk ke rumah, Daasim akan bertindak agar berlaku keruntuhan rumahtangga. (suami-isteri bercerai-berai, suami bertindak ganas, memukul isteri, isteri hilang pertimbangan menuntut cerai, anak-anak didera dan perbagai bentuk kemusnahan rumahtangga).
h.         WALAHAAN : Menimbulkan rasa was-was dalam diri manusia khususnya ketika berwudhuk dan solat dan menjejaskan ibadat-ibadat kita yang lain.
i.           LAKHUUS : Merupakan sahabat orang Majusi yang menyembah api dan matahari.

2.7.  Iman Kepada Eksistensi Alam

Segala sesuatu tidaklah luput dari ketentuan ALLAH Tabaraka wa Ta’ala yang telah mengkabarkan kepada kita para ummat-Nya, bahwasanya tiap-tiap sesuatu bermula adalah mesti ada awal dan adapula akhirnya, jika ada hidup maka tentu ada mati, jika ada awal dijadikannya semesta alam maka tentu ada pula masa semesta alam ini diakhiri oleh ALLAH Tabaraka wa Ta’ala.
2.7.1. Alam Ruh
Perjalanan hidup manusia dimulai dari alam ruh (tahapan titik nol) ketika Allah mengumpulkan semua ruh manusia yang akan diturunkan kebumi. Kejadian ini dikisahkan dalam QS.Al-A’raf ayat 173:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
Berkaitan dengan ayat ini, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Ketika Allah menciptakan Adam, DIA mengusap punggungnya, maka dari punggung itu setiap ruh yang menyerupai biji atom berjatuhan, yang DIA (Allah) adalah penciptanya sejak itu sampai hari kiamat kelak”. (HR. Imam Tirmidzi)
Dari ubay bin Ka’ab ia mengatakan, “Mereka (ruh tersebut) dikumpulkan, lalu dijadikan berpasang-pasangan, baru kemudian mereka dibentuk. Setelah itu mereka pun diajak berbicara, lalu diambil dari mereka janji dan kesaksian, “Bukankah Aku Tuhanmu?”, mereka menjawab “Benar”. Sesungguhnya AKU akan mempersaksikan langit tujuh tingkat dan bumi tujuh tingkat untuk menjadi saksi terhadap kalian, serta menjadikan nenek moyang kalian Adam sebagai saksi, agar kalian tidak mengatakan pada hari kiamat kelak, “Kami tidak pernah berjanji mengenai hal itu”. 
Ketahuilah bahwasanya tiada Tuhan selain Aku semata, tidak ada Rabb selain diriKu, dan janganlah sekali-kali kalian mempersekutukanKu. Sesungguhnya Aku akan mengutus kepada kalian para RasulKu yang akan mengingatkan kalian perjanjianKU itu. Selain itu Aku juga akan menurunkan kitab-kitabKu”. Maka merekapun berkata, “Kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami, tidak ada Tuhan bagi kami selain hanya Engkau semata”. 
Dengan demikian mereka telah mengakui hal tersebut. Kemudian Adam diangkat dihadapan mereka dan ia (Adam) pun melihat kepada mereka, lalu ia melihat orang yang kaya dan orang yang miskin, ada yang bagus dan ada juga yang sebaliknya. Lalu Adam berkata, “Ya Tuhanku, seandainya Engkau menyamakan di antara hamba-hambaMU itu”. Allah menjawab, “Sesungguhnya Aku sangat suka untuk Aku disyukuri”. Dan Adam melihat para nabi di antara mereka seperti pelita yang memancarkan cahaya pada mereka”. (HR. Ahmad).
Inilah peristiwa yang terjadi di Alam ruh, dimana setiap jiwa dari kita manusia telah diambil kesaksian dan melakukan perjanjian dengan Allah SWT, dengan Nabi Adam dan penduduk langit sebagai saksi. Secara fitrah kita memang lupa akan perjanjian itu, karena itu Allah mengingatkan sesuai dengan hadits di atas ; “Sesungguhnya Aku (Allah) akan mengutus kepada kalian para RasulKu yang akan mengingatkan kalian perjanjianKu itu..”
Wahai manusia jika kamu ragu kepada hari kebangkitan maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian  dari  setetes  air  mani,  kemudian    dari  segumpal darah   kemudian   dari   segumpal   daging   yang   sempurna kejadiannya dan yang tidak  sempurna. Agar Kami jelaskan kepadamu dan kami tetapkan dalam  rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan,  kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi kemudiankamu menjadi dewasa. Dan di antaramu ada yang diwafatkan dan ada yang dipanjangkan   umurnya   hingga   pikun   supaya   dia   tidak mengetahui  lagi sesuatupun yang telah dia ketahui dahulu. Dan kamu lihat bumi itu kering dan apabila Kami turunkan air  dari    atasnya    hiduplah    bumi    itu    dan    suburlah menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah.”  QS. Al-Hajj : 005 
2.7.2. Alam Rahim
Setelah membuat kesaksian tentang Allah selanjutnya satu persatu ruh tersebut dihembuskan Allah kedalam rahim ibu sebagaimana disebutkan dalam QS. Sajdah ayat 9, “Kemudian dibentukNya (janin dalam rahim) dan ditiupkan ke dalamnya sebagian dari ruhNya.”
Sejak itu mulailah manusia memasuki tahap kedua dari perjalanan hidupnya. Kurang lebih selama 9 bulan janin manusia menetap dirahim ibu untuk kemudian setelah tiba waktunya lahir kedunia menjadi seorang bayi.
Alam arham adalah ketika manusia berada di rahim ibunya. Arham adalah bentuk jamak dari kata “rahim”. Rahim berarti kasih sayang. Alam arham adalah suatu alam di mana manusia dibentuk atas dasar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Saat di alam arham ini, sejak itulah terjalin kasih sayang yang disebut silaturahim.
Sebelum rahim itu ditempelkan kepada manusia, sebelum ditempelkan kepada manusia rasa kasih sayang Allah itu di sifat rahim tersebut, maka dia (rahim) berbicara kepada Allah, “Tuhan, inilah saatnya aku berlindung kepada-Mu dari putusnya tali kasih sayang.”
Dijawab oleh Allah, “Ketahuilah wahai rahim, Aku akan terhubungkan dengan orang yang menghubungkan denganmu, dan Aku akan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu.” (Hadits Qudsi). “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan dari padanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”. QS. Az-­Zumar : 006
2.7.3. Alam Kubur
Jika kematian datang menghampiri seseorang maka putuslah hubungannya dengan kehidupan dunia. Hanya amal baik dan buruklah yang abadi menemani sampai kealam kubur. Amal baik seperti shalat, zakat, sedekah dan zikir semua itu akan membawa kebahagian dan ketentraman dialam kubur.
Sebaliknya amal buruk seperti perbuatan dosa mendurhakai Allah, melakukan perbuatan yang dilarang dan dimurkaiNya, serta meninggalkan amal perbuatan yang diperintahkan semua itu akan membawa kesengsaraan dialam kubur. Alam ini adalah masa penantian yang penuh kesengsaraan bagi kaum pendosa dan penuh kebahagiaan bagi orang beriman. Alam kubur akan berakhir pada hari kiamat kelak.
Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu­-ibu kalian  dalam keadaan tidak mengetahui segala sesuatu dan Dia menjadikan  bagimu  pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur.” QS. An­-Nahl : 078
Dan   pada   tahapan   inilah   yang   menentukan bahagia  dan celakanya, dan merupakan negeri ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:Dialah  yang  telah  menciptakan  kematian  dan  kehidupan agar menguji kalian siapa di antara kalian yang paling bagus amalannya.” QS. Al­-Mulk : 2
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (pembatas) sampai hari mereka dibangkitkan.” QS. Al-­Mu’minun :  100.
2.7.4. Alam Akhirat
Sebelum adanya surga dan neraka, ada fase dimana fase tersebut merupakan fase perhitungan amal. Pada hari berhisab setiap orang diadili, ditimbang amal baik dan buruknya tidak ada satu perbuatanpun yang luput dari pemeriksaan. Orang yang baik timbangan amalnya akan menerima raport dari sebelah kanan. Dia akan kembali kepada teman dan saudaranya dengan penuh kegembiraan. Sedangkan orang yang buruk timbangan amalnya akan menerima kitab raport dari belakang, dia mengeluh dan kembali kepada teman serta saudaranya dengan berkeluh kesah.
Setelah menerima raport setiap orang diperintahkan menempuh perjalanan menuju tempat abadi yang telah disiapkan untuk mereka. Orang yang telah menerima raport dari sebelah kanan dengan mudah dapat melalui lembah neraka yang ganas, dia tidak merasakan panasnya api neraka sedikitpun. Dia sampai di surga abadi dengan penuh kegembiraan disambut oleh penduduk surga dengan pesta meriah, hidup kekal selamanya disana.
Namun orang-orang yang menerima raport dari belakang, terpuruk dilembah nerakadan tidak pernah bisa keluar dari situ untuk. Kehidupan manusia di dunia adalah kehidupan yang akan menentukan kehidupan dia selanjutnya di alam lain. Setiap kebaikan sesuai ajaran Islam akan memudahkan hidupnya di alam kubur dan di hari pembalasan. Dan sebaliknya, keburukan akan membawanya pada kesengsaraan di alam kubur dan di alam akhirat. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa memperbanyak amal untuk meraih ridho-Nya dan bertemu dengan-Nya di surga kelak.
2.7.4.1.     Surga
Dalam al-Qur’an (Islam), konsep surga dimaksudkan terjemahan dari kata bahasa arab, jannah - jamak dari Jinan - yang berarti “kebun, taman”. Ia adalah tempat yang kekal di akhirat dan diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah Swt yang beriman dan beramal shaleh, tempat yang memberikan kenikmatan yang belum pernah dirasakan ketika hidup di dunia dan sebagai balasan jerih payah memenuhi perintah dan menjauhi larangannya.
Dari arti “kebun” itu, tampaknya sangat sesuai ketika Al-Qur’an melukiskan Al-Jannah (surga) sebagai sebuah tempat yang indah, dipenuhi pohonn-pohon rindang, sungai yang airnya mengalir jernih dan segala keindahan lainnya. Hal tersebut dimaksudkan dan juga sejumlah penafsir menggarisbawahi bahwa keadaan di surga, begitu indah dan nikmatnya sampai tidak terbayangkan oleh manusia.
Di dalamnya terdapat segala sesuatu yang memikat dan menyenangkan hati serta pandangan, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terpikirkan oleh akal pikiran. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata'aala berfirman: “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (As Sajdah: 17).
Berdasarkan Al Quran dan hadits Nabi Saw, Ada sepuluh golongan yang akan menjadi penghuni Surga. Kesepuluh golongan itu diantaranya: para Nabi, orang-orang yang jujur, syuhada, dan orang-orang yang shalih, Orang-orang yang berbuat baik (al-Abrar), Orang-orang yang terdahulu (masuk islam) yang didekatkan kepada Allah, Ashhabul Yamin yaitu orang-orang yang menerima buku catatan amal dari sebelah kanan, Al-Muhsinun, yaitu orang-orang yang senantiasa berbuat baik dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan syariat, Ash-Shabirun, yaitu orang-orang yang bersabar, Orang yang takut saat menghadap Tuhannya, Al-Muttaqun, yaitu orang-orang yang bertakwa, Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan At-Taaibun, yaitu orang-orang yang bertaubat.
2.7.4.2.     Neraka
Neraka dalam terminologi al-Quran memiliki beberapa pengertian, di antaranya: 1) Alam akhirat tempat penyiksaan untuk orang berdosa, 2) Sial, dan 3) Keadaan atau tempat menyengsarakan, penyakit parah, dan kemiskinan.
Dalam terminologi al-Quran, kata neraka disebut naar, yang berartiapi yang menyala. Secara istilah, neraka berarti tempat balasan berupa siksaan bagi orang yang berbuat dosa dan kesalahan.
Neraka adalah tempat penyiksaan dimana bentuk hukumannya yang paling sangat menyiksa digambarkan sebagai api. Nama-nama neraka yang digunakan di dalam al-Quran: al-Naar (api), jahannam, al-Jahim (yang membakar), al-Sa’ir (jilatan api), al-Saqar (api yang menghanguskan), al-Hawiyah (jurang), al-Huthamah (api yang meremukkan).
Naar adalah api yang panas sekali atau api yang dijadikan jin darinya. Adapun ayat-ayat yang menggunakan kata naar ditemukan sebanyak 194 kali. Jahannam, yang memiliki arti sumur yang dalam. Kata jahannam dalam al-Quran disebutkan sebanyak 77 kali.
Dalam firman Allah l tersebut terdapat enam sifat orang yang bakal dilemparkan ke dalam Jahannam, diantaranya: Orang yang sangat ingkar, Keras kepala, Sangat menghalangi kebajikan, Melanggar batas, Lagi ragu-ragu, dan Yang menyembah sesembahan yang lain beserta.

BAB III PENUTUP

Iman kepada yang ghaib mempunyai pengaruh yang besar sekali, sehingga terpantul dalam tingkah laku seseorang dan juga dalam jalan hidupnya. Ia merupakan motivator yang sangat kuat untuk melahirkan amal kebajikan dan memberantas kejahatan. Ikhlas beramal untuk memperoleh pahala dan menghindarkan diri dari siksa di akhirat, bukan menginginkan balasan dunia dan pujian manusia.
Kuat, tegas dan tegar dalam pembenaran. Apa yang dijanjikan Allah untuk orang yang beriman menjadikan seseorang teguh dalam men-jalankan segala perintahNya, menjelaskan yang haq, mengajak kepada yang haq, menjelaskan yang batil dan memeranginya. Meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi. Hal ini merupakan pengaruh dari makmurnya hati karena keimanan bahwa dunia beserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkan akhirat adalah kehidupan kekal, damai abadi selamanya. Maka tidak masuk akal lebih memilih hal yang fana daripada yang kekal. Lenyapnya kebencian dan kedengkian. Sesungguhnya usaha mewujudkan keinginan nafsu tanpa melalui jalan yang benar menyebabkan kebencian dan kedengkian antarmanusia. Sedangkan iman kepada yang ghaib, berupa janji-janji Allah dan ancamanNya menjadikan seseorang mau mawas diri dan mengoreksi diri sendiri dalam setiap gerak-geriknya demi mendapatkan pahalaNya dan menjauhi sik-saNya.

Ø  http://irpanmaulana91.blogspot.com/2014/04/percaya-kepada-hari-akhir-makalah.html
Ø  Shalih bin fauzan.2010.”Kitab Tauhid 3”. (Jakarta :Darul Haq)
Ø  Thantawi Syaikh Ali.2004.”Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi”. (Solo: Era Intermedia)




[1] Shalih bin fauzan.2010.”Kitab Tauhid 3”. (Jakarta :Darul Haq).hlm.35-36
[2] Thantawi Syaikh Ali.2004.”Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi”. (Solo: Era Intermedia)hlm.148