PROPOSAL SKRIPSI
KUANTITATIF
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN HASIL BELAJAR SISWA
(Penelitian
di SMAN 1 Cibitung – Bekasi)
1.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting
untuk mempersiapkan kesuksesan masa depan pada zaman globalisasi. Pendidikan
bisa diraih dengan berbagai macam cara salah satunya pendidikan di sekolah.
Menurut Suharsimi Arikunto (1997:4) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan
ada lima faktor yang berpengaruh yaitu: (1) guru dan personil lainnya, (2)
bahan pelajaran, (3) metode mengajar dan sistem evaluasi, (4) sarana penunjang
dan (5) sistem administrasi. Kelima faktor tersebut di lingkungan sekolah.
Menurut Suparlan (2008:71) sebuah pendidikan mempunyai
tiga komponen utama yaitu guru,siswa dan kurikulum. Ketiga komponen tersebut
tidak dapat dipisahkan dan komponen-komponen tersebut berada di lingkungan
sekolah agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan
atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan
potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual,
intelektual, emosional, social, maupun fisik-motoriknya.
Seperti halnya lingkungan keluarga,
demikian halnya dengan sekolah. Pengaruh lingkungan terhadap hasil belajar
siswa di sekolah cukup besar, karena sekolah adalah lingkungan social kedua
setelah keluarga yang akan dikenal oleh siswa.
Lingkungan sekolah adalah kesatuan
ruang dalam lembaga pendidikan formal yang memberikan pengaruh
pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa. Dalam
lingkungan sekolah, kita tentu banyak menjumapai tentang slogan-slogan yang
menempel di hampir setiap koridor di skolah, diantaranya “bersih pangkal
sehat”, “kebersihan adalah sebagian dari iman”, “jagalah kebersihan”, “rajin
pangkal pandai”, malas pangkal bodoh”. Tapi apakah slogan-slogan tersebut telah
menggugah warga yang ada di lingkungan sekolah untuk mengamalkannya? Seringkali
kita melihat murid-murid yang membuang sampah sembarangan, baik itu berupa
kertas-kertas bekas maupun bungkus-bungkus bekas makanan jajanan mereka.
Sebagai
warga sekolah tentunya tidak akan nyaman melihat sampah tersebut berserakan
dimana-mana. Sampah juga dapat mencemari lingkungan sekolah, baik di dalam
kelas maupun diluar kelas, selain itu kotornya lingkungan sekolah juga dapat
menjadikan suasana belajar menjadi tidak
nyaman dan tidak efektif yang dampaknya akan berpengaruh dengan hasil belajar
siswa.
Oleh sebab itulah memilih sekolah yang
baik untuk hasil belajar siswa yang baik pula tidak semata-mata dilihat dari
gedung sekolahnya yang mewah, melainkan bagaimana lingkungan sekolah yang
dirasakan nyaman oleh siswa sehingga memberi pengaruh positif untuk peningkatan
hasil belajar siswa.
Dalam proses memperoleh hasil
belajar yang baik itu diperlukan metode pembelajaran yang tepat artinya yang
sesuai dengan kondisi dan keadaan kehidupan sehari-hari yang akrab dengan kita
atau istilahnya kontekstual,
sehingga apa yang menjadi hasil belajar dapat terpenuhi dengan jumlah pengukuran hasil belajar
di atas standar yang ada, selain metode ada juga yang menggunakan LKS Lembar Kerja Siswa
dalam proses pembelajaran di sekolah.
Pengertian Hasil
Belajar,yaitu Setiap proses belajar yang dilaksanakan
oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses
pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan
tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta
didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu
sendiri.
Dalam
setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta
didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar
yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar
yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses
belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang
baik.
Menurut
Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar,
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan
tingkah laku siswa.
Menurut
Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak
belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
Sedangkan
menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang
ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan
nilai tes yang diberikan guru.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses
pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap
selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.
Berdasarkan
uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk mengadakan suatu penelitian di
sekolah, adapun penelitian ini diberi judul “Hubungan Antara Lingkungan Sekolah
Dengan Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 Cibitung”
2.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan judul yang diajukan di atas maka dapat di identifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara lingkungan sekolah
dengan hasil belajar siswa?
2. Apakah relasi guru dengan siswa dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa?
3. Apakah relasi
siswa dengan siswa dapat mempengaruhi hasil belajar siswa? Dan
4. Apakah
disiplin sekolah, alat pelajaran dan waktu sekolah juga berhubungan dengan
hasil belajar siswa?
3.
Pembatasan
Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Masalah
Setelah
memperhatikan banyaknya faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan
sekolah pada identifikasi masalah di atas, maka penelitian tentang lingkungan
sekolah ini dibatasi permasalahan sebagai berikut:
Ø Lingkungan
Sekolah
Ø Hasil
Belajar Siswa
2. Perumusan
Masalah
a. Bagaimana
Lingkungan sekolah di SMAN 1 Cibitung?
b. Bagaimana
Hasil Belajar Siswa di SMAN 1 Cibitung?
c. Adakah
hubungan antara lingkungan sekolah dengan hasil belajar siswa di SMAN 1
Cibitung?
4.
Kegunaan
Penelitian
Penelitian
yang dilaksanakan ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :
a. Bagi
Fakultas, agar bisa mencetak calon-calon guru yang profesional di masa depan
yang bisa menciptakan lingkungan sekolah yang baik.
b. Bagi
Pengembangan Ilmu,agar bisa lebih memperhatikan betapa pentingnya pengaruh lingkungan
sekolah terhadap prestasi dan hasil belajar siswa.
c. Bagi
Masyarakat, agar bisa memilih sekolah yang baik untuk mendukung prestasi dan
hasil belajar siswa, bukan hanya sekedar melihat gedung sekolahnya yang mewah,
melainkan bagaimana lingkungan sekolah yang dirasakan nyaman oleh siswa
sehingga memberi pengaruh positif untuk peningkatan hasil belajar siswa.
d. Kerangka Teori
a. pengertian Lingkungan Sekolah
Manusia sebagai
makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar. Lingkungan
inilah yang secara langsung/tidak langsung dapat mempengaruhi karakter/sifat
seseorang. Lingkungan secara sempit diartikan sebagai alam sekitar diluar diri
manusia atau individu sedangkan secara arti luas, lingkungan mencakup segala
material dan stimulus di dalam dan diluar individu, baik yang bersifat
fisiologis, psikologis, maupun sosio kultural. Secara fisiologis, lingkungan
meliputi kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh. Secara psikologis,
lingkungan mencakup segenap yang diterima oleh individu mulai sejarah sejak
dalam kondisi konsensi, kelahiran, sampai kematian.
Secara sosio kultural, lingkungan
mencakup segenap stimulus, interaksi, dan dalam hubungannya dengan perlakuan
ataupun karya orang lain.[1]
Lingkungan
diartikan sebagai kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan mahluk hidup
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan
dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.[2]
“Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal. Dikatakan formal karena
disekolah terlaksana serangkaian kegiatanterencana dan terorganisasi, termasuk
kegiatan dalam rangka proses belajar-mengajar di kelas” (Winkel,2009:28).
Definisi lain menyebutkan bahwa “sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan
pelajaran kepada murid-muridnya” (Oemar Hamalik,2003:5). Sekolah dapat
mengembangkan dan meningkatkan pola pikir anak karena di sekolah mereka belajar
bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Kualitas guru merupakan faktor yang penting pula. Kualitas guru yang
dimaksud meliputi sikap & kepribadan guru, tinggi rendahnya pengetahuan
yang dimiliki guru, & sebagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu
kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat
dicapai anak (Ngalim Purwanto,2006:105) keadaan sekolah tempat belajar
turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. “Keadaan gedung sekolahnya
& letaknya,serta alat-alat belajar yang juga ikut menentukan keberhasilan
belajar siswa” (Muhibbin Syah,2006:152).
“Letak gedung sekolah harus memenuhi syarat-syarat seperti tidak terlalu
dekat dengan kebisingan/jalan ramai&memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan ilmu kesehatan sekolah” (Sumadi Suryabrata,2006:233) lingkungan
sekolah seperti para guru, staf administrasi & teman-teman sekelas juga
dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang menunjukkan sikap
& perilaku yang simpatik, misalnya rajin membaca & berdiskusi dapat
menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa. Teman-teman yang
rajin belajar dapat mendorong seorang siswa untuk lebih semangat dalam kegiatan
belajarnya.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, lingkungan sekolah meliputi:
·
Lingkungan fisik sekolah seperti sarana & prasarana
belajar, sumber-sumber belajar,& media belajar.
·
Lingkungan
sosial menyangkut hubungan siswa dengan teman-temanya, guru-gurunya, & staf
sekolah yang lain.
·
Lingkungan
Akademis yaitu suasana sekolah & pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
& berbagai kegiatan kokurikuler. (Nana Syaodih Sukmadinah,2004:164)
Lingkungan sekolah terkait dengan metode mengajar guru, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah. Lingkungan
sekolah mencakup keadaan lingkungan sekolah, suasana sekolah, keadaan gedung,
masyarakat sekolah, tata tertib dan fasilitas-fasilitas sekolah. Seperti pula dalam
bukunya Dimyati & Mudjiono bahwa dalam prasarana pembelajaran meliputi
gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian
& peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku
bacaan alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pembelajaran
lainnya.
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi perkembangan belajar
para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti
lingkungan sekitar sekolah, sarana dan prasarana belajar yang ada,
sumber-sumber belajar dan media belajar dan sebagainya. Lingkungan sosial
menyangkut hubungan siswa dengan kawan-kawannya, guru-guru serta staf sekolah
lainnya. Lingkungan sekolah juga menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana
dan pelaksanaan kegiatan belajar -mengajar, berbagai kegiatan kokulikuler dan
Hurlock
(1986: 322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak, baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun
berprilaku.
Sedangkan
Lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi)
fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan
individu” (perkembangan peserta didik.
Syamsu Yusuf L.N. - Nani M. Sugandi.
Hal:23)
Menurut Tulus Tu’u (2004:1) lingkungan
sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal, dimana di tempat inilah
kegiatan belajar mengajar berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan dan
dikembangan kepada anak didik.
Sedangkan menurut Gerakan Disiplin
Nasional (GDS) lingkungan sekolah diartikan sebagai “lingkungan dimana para
siswa dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib sekolah dan nilai-nilai
kegiatan pembelajaran berbagai bidang studi yang dapat meresap ke dalam
kesadaran hati nuraninya. Tulus Tu’u (2004:11).
Jadi, sekolah adalah lingkungan
dimana kegiatan belajar mengajar berlangsung yang para siswanya dibiasakan
dengan nilai-nilai tata tertib dan nilai-nilai kegiatan pembelajaran berbagai
bidang studi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah
merupakan tempat bagi siswa untuk belajar bersama teman-temannya secara terarah
guna menerima transfer pengetahuan dari guru yang didalamnya mencakup keadaan
sekitar suasana sekolah, relasi siswa dengan dan teman-temannya, relasi siswa
dengan guru dan dengan staf sekolah, kualitas guru dan metode mengajarnya,
keadaan gedung, masyarakat sekolah, tata tertib, fasilitas-fasilitas sekolah,
dan sarana prasarana sekolah.
b. Pengertian Hasil Belajar Siswa
Setiap proses belajar yang
dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam
proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan
dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan
peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa
itu sendiri.
Dalam setiap mengikuti proses
pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan
mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat
membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya
dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak
optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Menurut Hamalik (2001:159) bahwa
hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar
itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.
Menurut Nasution (2006:36) hasil
belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
Menurut Dimyati dan Mudjiono
(2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi
tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
Sedangkan
Menurut Horward Kingsley bahwa : Tiga macam hasil belajar yakni a) keterampilan
dan kebiasaan, b) pengetahuan dan pengertian, c) sikpa dan cita-cita.
Masing-masing jenis hasil belajar dapat disis bahan yangg telah ditetapkan oleh
dalam kurikulum.
Pada umumnya hasil belajar dinilai
melalui tes. Baik tes uraian maupun tes objektif. Pelaksanaan penilaian bisa
secara lisan, tulisan, dan tindakan atau perbuatan.[3]
Dari
evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini yaitu [4] :
1.
Prinsip Keseluruhan
Yang dimaksud dengan evaluasi yang berprinsip
keseluruhan atau menyeluruh atau komprehensif adalah evaluasi tersebut
dilaksanakan secara bulat, utuh, menyeluruh. Maksud dari pernyataan ini adalah
bahwa dalam pelaksanaannya evaluasi tidak dapat dilaksanakan secara terpisah,
tetapi mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk
hidup dan bukan benda mati.
Dalam hubungan ini, evaluasi diharapkan tidak hanya
menggambarkan aspek kognitif, tetapi juga aspek psikomotor dan afektif pun
diharapkan terangkum dalam evaluasi. Jika dikaitkan dengan mata pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia, penilaian bukan hanya menggambarkan pemahaman
siswa terhadap materi ini, melainkan juga harus dapat mengungkapkan sudah
sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengimplementasikan materi
tersebut dalam kehidupannya.
Jika prinsip evaluasi yang pertama ini dilaksanakan,
akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai
keadaan dan perkembangan subjek subjek didik yang sedang dijadikan sasaran
evaluasi.
2.
Prinsip Kesinambungan
Istilah lain dari prinsip ini adalah kontinuitas.
Penilaian yang berkesinambungan ini artinya adalah penilaian yang dilakukan
secara terus menerus, sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Penilaian secara
berkesinambungan ini akan memungkinkan si penilai memperoleh informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik
sejak awal mengikuti program pendidikan sampai dengan saat-saat mereka
mengakhiri program-program pendidikan yang mereka tempuh.
3.
Prinsip Objektivitas
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi
hasil belajar terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subjektif. Orang juga
sering menyebut prinsip objektif ini dengan sebutan “apa adanya”. Istilah apa
adanya ini mengandung pengertian bahwa materi evaluasi tersebut bersumber dari
materi atau bahan ajar yang akan diberikan sesuai atau sejalan dengan tujuan
instruksional khusus pembelajaran. Ditilik dari pemberian skor dalam evaluasi,
istilah apa adanya itu mengandung pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian
skor, dan penentuan nilai terhindar dari unsur-unsur subjektivitas yang melekat
pada diri tester. Di sini tester harus dapat mengeliminasi
sejauh mungkin kemungkinan-kemungkinan “hallo effect” yaitu jawaban
soal dengan tulisan yang baik mendapat skor lebih tinggi daripada jawaban soal
yang tulisannya lebih jelek padahal jawaban tersebut sama. Demikian pula “kesan
masa lalu” dan lain-lain harus disingkirkan jauh-jauh sehingga evaluasi
nantinya menghasilkan nilai-nilai yang objektif.
Dengan kata lain, tester harus senantiasa
berpikir dan bertindak wajar menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri
oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya subjektif. Prinsip ini sangat
penting sebab apabila dalam melakukan evaluasi, subjektivitas menyelinap masuk
dalam suatu evaluasi, kemurnian pekerjaan evaluasi itu sendiri akan ternoda.
e.
Kerangka
Pemikiran
Lingkungan
sekolah atau lingkungan pendidikan merupakan lingkungan pedidikan utama setelah
keluarga yang bersifat formal dan memiliki tanggung jawab menanamkan
nilai-nilai etika, moral, mental, spiritual, disiplin dan ilmu pengetahuan
untuk memberikan perubahan yang lebih baik pada diri peserta didik. Dan
lingkungan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan
sengaja, teratur, serta terencana adalah sekolah.
Jika
lembaga sekolah bisa memotivasi siswanya untuk rajin dan giat belajar tentunya
tidak akan ada masalah dengan hasil belajar siswa. Seperti pepatah yang sering
kita dengar yaitu “rajin pangkal pandai” atau “malas pangkal bodoh”, apakah
pepatah-pepatah motivasi seperti ini hanya manjadi hiasan disetiap koridor
sekolah tanpa ada yang mengamalkannya? Ini tentu ada yang salah dalam
lingkungan sekolah ini. Jika siswa/i mulai malas belajar, maka akan berdampak
pada prestasi dan hasil belajar siswa itu sendiri.
Dengan
demikian, diduga terdapat hubungan positif anatara lingkungan sekolah dengan
hasil belajar siswa.
f. Metodologi Penelitian
a.
Tempat dan Waktu
Penelitian
ini di laksanakan :
Tempat
: SMAN 1 Cibitung
Waktu : penelitian berlangsung selama 1 bulan.
b.
Tujuan Penelitian
peneliti membagi tujuan penelitian menjadi 2,
yaitu:
·
Tujuan khusus
Untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara lingkungan sekolah dengan hasil belajar siswa di
SMAN 1 Cibitung.
·
Tujuan Umum
Untuk mengetahui
sejauh mana perhatian sekolah,kepala sekolah, guru serta staf-stafnya terhadap
lingkungan sekolah.
c.
Metode Penelitian
Menurut Sugiono (2004:1) Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang dimaksud adalah kegiatan
penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan
sistematik..Rasional berarti penelitian yang dilakukan dengan cara-cara yang
masuk akal sehingga terjangkau penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara
yang dilakukan dapat diamati oleh indera manusia, sedangkan sistematik adalah
proses yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah tertentu
yang bersifat kronologis dan logis.
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan korelasional. Korelasional
adalah suatu pendekatan umum untuk penelitian yang berfokus pada penaksiran
kovariasi antara variabel yang muncul secara alami. Kata korelasional berasal
dari sebuah kata dalam bahasa Inggris correlation dan menjadi correlational
artinya saling berhubungan atau hubungan timbal balik. Sebuah correlation atau
korelasi adalah suatu uji statistik untuk menentukan tendensi atau pola dari
dua variable atau lebih atau dua set data yang bervariasi secara konsisten.
Dalam ilmu statistika istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan
antara dua variable atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan
istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel
dikenal dengan istilah multivariate correlation (Creswell, 2008).
Dalam kasus yang hanya memiliki dua variabel,
ini berarti bahwa dua variabel berbagi varian yang sama, atau mereka bervariasi
bersama-sama(co-vary). Untuk menentukan bahwa dua variabel bervariasi-bersama
(co-vary), memiliki dasar matematika yang agak rumit (Damin, 2002; Creswell,
2008, Johnson, 1996).
d.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam proposal ini peneliti menggunakan
tekhnik pengambilan data sebagai berikut :
1.
Untuk variabel X yaitu Lingkungan Sekolah menggunakan angket.
2.
Untuk variabel Y yaitu Hasil Belajar menggunakan dokumentasi atau raport siswa.
e.
Populasi dan Sampling
1)
Populasi
·
Populasi
adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2005 : 90).[5]
·
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto, 2002:108).
·
Populasi
adalah keseluruhan dari variabel yang menyangkut masalah yang diteliti
(Nursalam. 2003).
·
Populasi
ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik
kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai
sekelompok objek yang lengkap dan jelas (Husaini Usman. 2006 : 181)
·
Populasi
adalah seluruh individu yang menjadi wilayah penelitian akan dikenai
generalisasi” (I.B. Netra, 1974 hal 10).
Jadi Populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang
lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
obyek atau subyek tersebut. Bahkan satu orangpun dapat digunakan sebagai
populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya
bicara, disiplin, pribadi, hobi, dan lain-lain.
Pada suatu
penelitian bila populasinya sangat besar, maka seorang peneliti biasanya
memilih sampel dari populasi sebagai wakil.
Populasi
obyek penelitian ini adalah seluruh siswa yang terdaftar pada SMAN 1 Cibitung
tahun ajaran 2013-2014 terdiri siswa kelas X berjumlah 160 siswa, kelas XI
berjumlah 200 siswa, kelas XII berjumlah 150 siswa , jadi jumlah seluruhnya 510
siswa.
Tabel 1.1
Populasi penelitian
NO
|
Kelas
|
Jenis kelamin
|
Jumlah
siswa
|
|
Laki-laki
|
perempuan
|
|||
1
|
X
|
70
|
90
|
160
|
2
|
XI
|
90
|
110
|
200
|
3
|
XII
|
60
|
90
|
150
|
jumlah
|
|
220
|
290
|
510
|
Setelah
melihat dari jumlah siswa di SMAN 1 Cibitung yang berjumlah 510 siswa, maka
peneliti hanya mengambil sample dari kelas XI, karena dilihat dari jumlah
siswanya yang lebih banyak dibanding kelas X dan kelas XII.
Tabel 1.2
NO
|
kelas
|
Laki-laki
|
perempuan
|
Jumlah
|
1
|
XI A
|
30
|
38
|
68
|
2
|
XI B
|
27
|
40
|
67
|
3
|
XI C
|
30
|
35
|
65
|
|
JUMLAH
|
85
|
115
|
200
|
2)
Sampel
Didalam
penelitian ini, menggunkan Simple Random Sampling:
Simple
random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang paling mudah dilakukan.
Dikatakan sederhana (simple) karena pengambilan anggota populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Teknik ini
dapat dipakai jika populasi dari suatu penelitian homogen dan tidak terlalu
banyak jumlahnya.[6]
Kemudian peneliti menggunakan teori Slovin sebagai berikut :
Rumus
Slovin:
N n = ——— 1 + Ne² |
n= 200 : 1+200 = 133.33
Keterangan;
n= ukuran sampel
N= ukuran populasi
e= kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya
5%. Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada
yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Dengan demikian, maka peneliti menggunakan sample yang berjumlah 133
siswa.
Sehubungan dengan
hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan
bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil
dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan[7]
yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi
tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel
yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya
rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus
besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji
homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat
presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian
korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil
penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf
signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau
0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α
yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka
ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita
menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah
sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data,
dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan
menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data
menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel
kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak 9
buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel
dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk
dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan
analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran
sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan
analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian
deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan
penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan
keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu,
tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan
sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih
berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran) dan bukan pertimbangan
penelitian (metodologi).
f.
Teknik Analisis Data
1. Uji
normalitas[8]
Untuk
memenuhi syarat-syarat penelitian salah satunya adalah menggunakan uji
normalitas kedua variabel tersebut adalah :
·
Variabel (KELAS XI A)
·
Variabel ( KELAS XI C)
Adapun
rumus yang di gunakan adalah uji liliefors, yaitu uji kenormalan yang di
lakukan secara parametik dengan menggunakan penaksir rata-rata dan simpangan
baku.
1. Uji
homogenitas
Uji
homogenitas varians populasi dengan menggunakan uji chi kuadrat.
2. Uji
linieritus data
Analisis data
menggunakan teknik analisis :
Uji Korelasi (R)
g.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas maka
dapat dirumuskan
·
H0= bahwa tidak ada
hubungan antara lingngan sekolah dengan hasil belajar siswa
·
HI= bahwa ada hubungan
antara lingkungan sekolah dengan hasil belajar siswa.
h.
Sistematika
penulisan
Ø Latar
belakang masalah
Ø Identifikasi
masalah
Ø Pembatasan
dan perumusan masalah
Ø Kegunaan
penelitian
Ø Kerangka
teori
Ø Kerangka
pemikiran
Ø Metodologi
penelitian
o
Tempat dan waktu
penelitian
o
Tujuan penelitian
o
Metode penelitian
o
Teknik pengemumpulan
data
o
Populasi dan sampeling
Ø teknik
analisis data
Ø hipotesis
pemikiran
Ø sistematika
penyusunan
These are really help me.... Jazakumullah khoir ^_^
BalasHapusAlhamdulillah jika bermanfaat, mohon maaf jika masih bnyak kekurangan ... :)
HapusMantaPPP gan Tanks
BalasHapusterima kasih bro sangat bermanfaat
BalasHapus